Selasa, 13 Januari 2009

pembantu2

Aku adalah seorang ayah dari 2 orang anak lelaki yang berusia 9 dan 4 tahun. Isteriku bekerja sebagai Direktur di suatu prusahaan swasta. Kehidupan rumah tanggaku harmonis dan bahagia, kehidupan seks-ku dengan isteriku tidak ada hambatan sama sekali. Kami memiliki seorang pembantu, Sumiah namanya, berumur kurang lebih 23 tahun, belum kawin dan masih lugu karena kami dapatkan langsung dari desanya di Jawa Timur. Wajahnya biasa saja, tidak cantik juga tidak jelek, kulitnya bersih dan putih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 155 cm, tidak gemuk tapi sangat ideal dengan postur tubuhnya, buah dadanya juga tidak besar, hanya sebesar nasi di Kentucky Fried Chicken.Cerita ini terjadi pada tahun 1999, berawal ketika aku pulang kantor kurang lebih pukul 14:00, jauh lebih cepat dari biasanya yang pukul 19:00. Anakku biasanya pulang dengan ibunya pukul 18:30, dari rumah neneknya. Seperti biasanya, aku langsung mengganti celanaku dengan sarung kegemaranku yang tipis tapi adem, tanpa celana dalam. Pada saat aku keluar kamar, nampak Sumiah sedang menyiapkan minuman untukku, segelas besar es teh manis.Pada saat dia akan memberikan padaku, tiba-tiba dia tersandung karpet di depan sofa di mana aku duduk sambil membaca koran, gelas terlempar ke tempatku, dan dia terjerembab tepat di pangkuanku, kepalanya membentur keras kemaluanku yang hanya bersarung tipis. Spontan aku meringis kesakitan dengan badan yang sudah basah kuyup tersiram es teh manis, dia bangun membersihkan gelas yang jatuh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya.Semula aku akan marah, namun melihat wajahnya yang lugu aku jadi kasihan, sambil aku memegangi kemaluanku aku berkata, “Sudahlah nggak pa-pa, cuman iniku jadi pegel”, sambil menunjuk kemaluanku.“Sum harus gimana Pak?” tanyanya lugu.Aku berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahut sambil iseng, “Ini musti diurut nih!”“Ya, Pak nanti saya urut, tapi Sum bersihin ini dulu Pak!” jawabnya.Aku langsung masuk kamar, perasaanku saat itu kaget bercampur senang, karena mendengar jawaban pembantuku yang tidak disangka-sangka. Tidak lama kemudian dia mengetuk pintu,“Pak, Mana Pak yang harus Sum urut…” Aku langsung rebah dan membuka sarung tipisku, dengan kemaluanku yang masih lemas menggelantung. Sum menghampiri pinggir tempat tidur dan duduk.“Pake, rhemason apa balsem Pak?” tanyanya.“Jangan.. pake tangan aja, ntar bisa panas!” jawabku.Lalu dia meraih batang kemaluanku perlahan-lahan, sekonyong-konyong kemaluanku bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya.“Pak, kok jadi besar?” tanyanya kaget.“Wah itu bengkaknya mesti cepet-cepet diurut. Kasih ludahmu aja biar nggak seret”, kataku sedikit tegang.Dengan tenang wajahnya mendekati kemaluanku, diludahinya ujung kemaluanku.“Ah.. kurang banyak”, bisikku bernafsu.Kemudian kuangkat pantatku, sampai ujung kemaluanku menyentuh bibirnya, “Dimasukin aja ke mulutmu, biar nggak cape ngurut, dan cepet keluar yang bikin bengkak!” perintahku seenaknya.Perlahan dia memasukkan kemaluanku, kepalanya kutuntun naik turun, awalnya kemaluanku kena giginya terus, tapi lama-lama mungkin dia terbiasa dengan irama dan tusukanku. Aku merasa nikmat sekali. “Akh.. uh.. uh.. hah..” Kulumannya semakin nikmat, ketika aku mau keluar aku bilang kepadanya, “Sum nanti kalau aku keluar, jangan dimuntahin ya, telan aja, sebab itu obat buat kesehatan, bagus sekali buat kamu”, bisikku. “Hepp.. ehm.. hpp”, jawabnya sambil melirikku dan terus mengulum naik turun.Akhirnya kumuncratkan semua air maniku. “Akh.. akh.. akh.. Sum.. Sum.. enakhhh..” Pada saat aku menyemprotkan air maniku, dia diam tidak bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi kerongkongannya, hanya aku saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kulumannya.Setelah aku lemas baru dia melepaskan kulumannya, “Udah Pak?, apa masih sakit Pak?” tanyanya lugu, dengan wajah yang memelas, bibirnya yang basah memerah, dan sedikit berkeringat. Aku tertegun memandang Sum yang begitu menggairahkan saat itu, aku duduk menghampirinya, “Sum kamu capek ya, apa kamu mau tahu kalau kamu diurut juga kamu bisa seger kayak Bapak sekarang!”“Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak kalo diurut kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Aku hanya menjawab dengan anggukan dan sambil meraih pundaknya kucium keningnya, lalu turun ke bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta juga tidak membalas. Aku merasakan keringat dinginnya mulai keluar, ketika aku mulai membuka kancing bajunya satu persatu, sama sekali dia tidak berontak hingga tinggal celana dalam dan Bh -nya saja.Tiba-tiba dia berkata, “Pak, Sum malu Pak, nanti kalo Ibu dateng gimana Pak?” tanyanya takut. “Lho Ibu kan baru nanti jam enam, sekarang baru jam tiga, jadi kita masih bisa bikin seger badan”, jawabku penuh nafsu. Lalu semua kubuka tanpa penutup, begitu juga aku, kemaluanku sudah mulai berdiri lagi. Dia kurebahkan di tepi tempat tidur, lalu aku berjongkok di depan dengkulnya yang masih tertutup rapat, “Buka pelan-pelan ya, nggak pa-pa kok, aku cuma mau urut punya kamu”, kataku meyakinkan, lalu dia mulai membuka pangkal pahanya, putih, bersih dan sangat sedikit bulunya yang mengitari liang kewanitaannya, cenderung botak.Dengan ketidaksabaranku, aku langsung menjilat bibir luar kewanitaannya, tanpa ampun aku jilat, sesekali aku sodokkan lidahku ke dalam, “Akh.. Pak geli.. akh.. akuhhfh..” Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah jambu. Aku hisap, hanya kira -kira 5 menit kulumat liang kewanitaannya, lalu dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalaku dengan pahanya serta matanya terpejam. “Akh.. akh.. uahhh..” teriakan panjang disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsung kujilati sampai bersih.“Gimana Sum, enak?” tanyaku nakal. Dia mengangguk sambil menggigit bibir, matanya basah kutahu dia masih takut. “Nah sekarang, kalau kamu sudah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamu nggak usah takut!”. Kuhampiri bibirnya, kulumat bibirnya, dia mulai memberikan reaksi, kuraba buah dadanya yang kecil, lalu kuhisap-hisap puting susunya, dia menggelinjang, lama kucumbui dia, hingga dia merasa rileks dan mulai memberikan reaksi untuk membalas cumbuanku, kemaluanku sudah tegang.Kemudian kuraba liang kewanitaannya yang ternyata sudah berlendir dan basah, kesempatan ini tidak kusia-siakan, kutancapkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, “Aauu.. sakit Pak!”. Lalu dengan perlahan kutusukkan lagi, sempit memang, “Akhh.. uuf sakit Pak..”. Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan bibir basah, kuteruskan tusukanku sambil berkata, “Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih enak dari yang tadi, sakitnya jangan dirasain..” tanpa menunggu reaksinya kutancapkan kemaluanku, meskipun dia meronta kesakitan, pada saat kemaluanku terbenam di dalam liang surganya kulihat matanya berair (mungkin menangis) tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku mulai mengayunkan semua nafsuku untuk si Sum.Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namun setelah itu aku merasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya, kehangatan cairan liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya. Aku tahu dia akan mencapai klimaks, ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya, seolah membantu kemaluanku memompa tubuhnya. Tak lama kemudian, tangannya merangkul erat leherku, kakinya menjepit pinggangku, pantatnya naik turun, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang, “Pak.. Pak terus.. Pak.. Sum.. Summ..Sum.. daaapet enaaakhh Pak.. ahh..” mendengar erangan seperti itu aku makin bernafsu, kupompa dia lebih cepat dan.. “Sum.. akh.. akh.. akh..” kusemprotkan semua maniku dalam liang kewanitaannya, sambil kupandangi wajahnya yang lemas. Aku lemas, dia pun lemas.“Sum aku nikmat sekali, habis ini kamu mandi ya, terus beresin tempat tidur ini ya!”, suruhku di tengah kenikmatan yang kurasakan.“Ya Pak”, jawabnya singkat sambil mengenakan pakaiannya kembali.Ketika dia mau keluar kamar untuk mandi dia berbalik dan bertanya, “Pak.. kalo pulang siang kayak gini telpon dulu ya Pak, biar Sum bisa mandi dulu, terus bisa ngurutin Bapak lagi”, lalu ngeloyor keluar kamar, aku masih tertegun dengan omongannya barusan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat bercak darah perawan Sum.Saat ini Sum masih bekerja di rumahku, setiap 2 hari menjelang menstruasi (datang bulannya sangat teratur), aku pulang lebih awal untuk berhubungan dengan pembantuku, namun hampir setiap hari di pagi hari kurang lebih pukul 5, kemaluanku selalu dikulumnya saat dia mencuci di ruang cuci, pada saat itu isteriku dan anak-anakku belum bangun.

liburan istri pejabat

Kisah ini tentang perkosaan yang menimpa seorang wanita istri pejabat saat sedang menginap di hotel berbintang ketika mengisi liburan. Pelakunya, dua orang petugas hotel, yang kemudian merekam adegan-demi adegan menggunakan handycam si pejabat.


Beban pekerjaan dan dan pikiran yang sumpek membuat Rahmat (45), yang menjabat sebagai kepala jawatan di sebuah daerah Kabupaten yang cukup maju, memutuskan untuk mengajak Nani (35), istrinya bersama dua anak mereka Riki dan Riko, kembar berusia 10 tahun, berlibur ke daerah wisata di luar kota selama sepekan.

Dua hari menginap di hotel N di kawasan wisata pantai membuat keluarga Rahmat sejenak melupakan hiruk pikuk kota. Di sana setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama, berenang, latihan diving, dan mengabadikan kegembiraan mereka sekeluarga menggunakan kamera foto dan handycam.

Tapi di hari ketiga, Nani merasa kecapaian dan tidak ikut suami dan dua anaknya bepergian. Ia memilih diam di kamar hotel untuk istirahat.

Pagi-pagi benar, Rahmat, dan Riko-Riki berangkat untuk menikmati indahnya pulau-pulau kecil di sekitar kawasan wisata itu yang harus ditempuh dengan menyeberang perahu boat selama setengah hari.

“Ya sudah mama tinggal saja di hotel, istirahat.. paling besok kita sudah balik,” kata Rahmat, saat hendak berangkat. Ia mengerti benar stamina istrinya kurang fit kalau harus menyeberang menggunakan boat. Riko dan Riki mencium pipi mamanya sebelum pergi.

Hotel N tempat mereka menginap jauh dari pemukiman penduduk. Tempatnya memang sangat nyaman untuk berlibur menghilangkan suntuk, dengan rindang pepohonan di sekitar hotel dan panorama pantai yang berpasir putih.

Hanya saja, keluarga Rahmat datang ke sana saat bukan musim libur, dan suasana hotel memang sedang sepi tamu. Ini juga yang membuat pengelola hotel memperlakukan keluarga Rahmat secara spesial agar mau menginap lebih lama di sana. Sebab mereka menyewa dua kamar, satu untuk mereka dan satunya untuk anak-anak.

Nani bangun sekitar pukul 11 siang, badannya sudah lebih segar dengan istirahat yang cukup. Ia lalu mandi dan menyantap sarapan yang diantar sedari pagi.

Nani tergolong wanita cantik yang di usia ke 35 tubuhnya semakin menggairahkan dari segi seksual. Payudaranya 36d dan tubuh tinggi montok berisi dengan pantat yang seksi dibalut kulit putih bersih. Banyak yang bilang wajah dan perawakan Nani mirip artis Mona Ratuliu.

Setelah menikmati sarapannya, Nani mencoba rileks di sofa menonton televisi. Nani mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek longgar agar lebih nyaman.

Tayangan kuliner di televisi hampir membuat Nani yang berbaring di sofa terlelap lagi, tapi ketukan pintu kamar menyadarkannya.

Salman (40) dan Rudi (28), dua orang petugas Hotel itu berdiri di muka pintu saat Nani membukanya.

“Maaf mengganggu bu,” kata Salman ramah. Rudi berdiri di belakang Salman.

“Oh nggak apa.. ada apa ya?,” tanya Nani.

“Tadi pagi kami dipesan pak Rahmat, disuruh memeriksa kemari, katanya ada gangguan kerusakan di shower dan saluran pembuangannya?,” jawab Salman.

Salman lalu mengenalkan diri kalau ia dan Rudi adalah petugas Hotel yang bertanggungjawab jika ada keluhan kerusakan fasilitas hotel.

“Ehm.., oh iya. Tadi sempat ke sini ya? Maaf ya saya bangunnya siangan.. ayo silahkan masuk pak,” Nani baru ingat tadi pagi sempat ngomel-ngomel karena kerusakan di kamar mandi hotel.

Nani menyilakan dua petugas hotel itu masuk. Tak disangka saat itulah niat bejad dua petugas Hotel dan kesempatan yang tersedia di saat Nani seorang diri, membuat Nani diperkosa di kamar sewaan keluarganya.



Pengakuan Nani:

Rahmat, suami Nani bersama anak mereka, Riko dan Riki kembali ke Hotel N dua hari kemudian setelah menikmati keindahan pulau-pulau kecil di seberang kawasan pariwisata itu.

Malam hari setelah Riko dan Riki masuk ke kamar mereka dan tidur, Rahmat mencari tahu apa penyebab istrinya bermuram muka sejak mereka kembali ke Hotel.

“Mama masih sakit ya?, kok diam terus dari tadi,” tanyanya pada Nani.

“Nggak papa, mama sudah sehat. Tapi selama papa dan anak-anak pergi….,” Nani tak melanjutkan ceritanya. Ia tengkurap di ranjang dengan raut sedih, sementara Rahmat dengan sabar menunggu jawaban istrinya itu.

“Ayo teruskan mama, ada apa sebenarnya?,” Rahmat penasaran.

“Mama diperkosa pa.. mama diperkosa oleh dua petugas hotel ini…, dan sekarang mereka sudah kabur,” isak Nani menjadi-jadi.

Nani pun bercerita bagaimana dua petugas hotel itu datang ke kamar untuk memperbaiki shower. Namun saat kamar tertutup, mereka meringkus Nani dan mengikatnya. Mulutnya disumpal kain dan matanya juga ditutup ikatan saputangan. Lalu, mereka memperkosa Nani berkali-kali.

“Apa..??,” Rahmat terkejut bukan main mendengar istri tercintanya digauli secara paksa oleh dua petugas hotel. Ia berusaha menghibur Nani agar tidak trauma, dan berjanji segera melaporkan kejadian itu ke kantor polisi esok harinya.



Rekaman Handycam

Rahmat sangat terpukul mendengar cerita istrinya. Setelah menenangkan Nani dan membiarkan ia terlelap, Rahmat kemudian keluar kamar hotel menuju tepian pantai untuk menyepi sambil merencanakan melaporkan masalah tersebut esok paginya.

Tapi, sebelum keluar kamar Rahmat menemukan handycam milik Riko, anaknya tergeletak di dekat pintu kamar hotel. Handycam itu tidak dibawa ketika Rahmat bersama dua anaknya melancong ke pulau–pulau kecil dua hari lalu. Ia lalu memungut handycam itu dan membawanya keluar.

Di tepi pantai yang sepi itu, Rahmat melamun panjang memikirkan nasib keluarganya. Pergi berlibur untuk melepaskan beban dari himpitan kerja dan hiruk pikuk kota, justru membawa problem yang sangat berat dan aib.

Tangannya iseng menghidupkan handycam untuk mengambil gambar bintang di langit malam itu. Namun niat ia urungkan karena pita kaset ternyata penuh. Penasaran, Rahmat kemudian merewind kaset dan memutarnya untuk melihat isinya.

Mata Rahmat terbelalak saat rekaman handycam tertayang di LCD handycam. Ternyata isinya adalah adegan pemerkosaan yang menimpa Nani, istrinya.

Nani dalam keadaan terikat, masing-masing tangannya diikat di pojok sisi ranjang membuat posisi Nani terlentang dengan kaki terbuka. Ia hanya mengenakan CD dan Bra berwarna biru muda, sementara mata dan mulutnya tertutup erat dengan ikatan sapu tangan.

Tubuh Nani yang putih mulus meronta-ronta di atas ranjang seolah menuntut dilepaskan. Suaranya hanya ehmmm…ehmmm… seperti berteriak, tapi tak bisa lepas karena mulutnya tersumbat.

“Ha.. ha.. ha.. ini dia.. tante girang yang sudah nggak tahan di atas ranjang,” suara seorang pria terdengar dalam rekaman itu. Rahmat mengenal suara itu, itu suara Robi, bujangan petugas hotel. Nampaknya Robi yang memegang handycam dan mengambil gambar Nani di ranjang.

“Eng.. ing.. eng… ini dia gigolonya…,” kata Robi, di saat yang sama muncul gambar Salman petugas hotel lainnya. Salman hanya menggunakan kolor putih, di baliknya nampa penisnya yang mulai menonjol tegang. Salman menyeringai di kamera sambil lidahnya menjilati bibir sendiri seakan hendak menyantap makanan lezat.

Salman naik ke ranjang di mana Nani terikat. Ia berlutut di antara kaki Nani sambil tanganya mulai mengusapi kaki mulus Nani. Nani memberontak meronta-ronta, teriakan tertahan terdengar keras.

“Eit.. eit… percuma tante… lebih baik tante nikmati saja, ketimbang melawan ntar malah sakit lho.. he..he..he..,” Salman terus meraba Nani. Mulai dari kaki, paha, perut, dan kini tangannya mulai menjalar ke payudara Nani yang masih terbungkus Bra.

Nani terus meronta berusaha melawan, tetapi percuma karena ikatan di tangan dan kakinya sangat kuat menggunakan tali plastik jemuran.

Kurang ajar, pikir Rahmat saat menyaksikan adegan itu di handycam. Rasanya ia ingin sekali menemukan petugas hotel itu dan menghajarnya. Rahmat melanjutkan menyaksikan adegan di LCD handycam, kini tangan Salman mencabik paksa Bra Nani hinga tanggal. Payudara montok Nani sampai tergoncang-goncang.

Pemandangan itu membuat Salman makin bernafsu dan seketika bibirnya mulai menjelajahi payudara Nani, bergantian, satu dihisap satu diremas-remas.

“Ehmmhhkk… ehmhkkk…,” Nani terus meronta berusaha melawan, tapi Salman tak peduli dan terus melakukan aksinya menikmati payudara Nani.

“Eihh.. tenang aja tante.. nanti juga wenak..,” kata Salman sambil tanganya memberi kode ke kamera agar mendekat.

“Waduh.. ini bayi tua lagi netek nih…, cucu mamah gede sih,” suara Rudi terdengar dalam rekaman, sementara adegan itu diclose-up. Nampak jelas bagaimana lidah Salman bermain di putting susu Nani, sesekali dihisap dengan keras, lalu dijilati lagi pelan perlahan.

Handycam di tangan Rudi juga merekam jelas bagaimana putting susu Nani perlahan-lahan mengeras setelah menerima jilatan dan hisapan Salman.

Handycam kemudian diarahkan Rudi ke bagian bawah, merekam tangan kiri Salman yang mulai menggerayangi CD Nani. Gambar kkembali diclose-up, pinggul Nani bergerak kencang berusaha menghindari sentuhan Salman, namun percuma. Jemari-jemari kekar Salman mulai menyusup ke balik CD dan menggelitik klitoris Nani, sementara di bagian atas yang tak terekam kamera bisa dipastikan Salman makin bergairah menghisapi susu Nani.

Rudi menjauh dan mengambil gambar utuh. Salman bergerak membuka penutup mata Nani, lalu ia mencabik CD Nani dan menjilatinya beberapa kali.

“Ha.. ha.. ha.. sudah kubilang, tante pasti suka. Ini buktinya air pepeknya sudah mulai netes. Makanya jangan melawan ya,” Salman menghisap CD Nani lalu menghempasnya ke arah kamera.

Rudi mengclose-up wajah Nani. Mata Nani melotot marah dan mulutnya yang masih tertutup ikatan sapu tangan mengeluarkan suara tertahan seperti membentak protes.

“Waduh.. si tante makin galak makin seksi nih.. ayo embat aja kang.., ntar gantian kita.., ” suara Rudi menyemangati Salman.

“Santai aja Rud.. makin galak makin asyik rasanya. Sekarang kita lihat masih galak nggak kalau itilnya diisapin…. Ayo ke siniin kameranya biar lebih jelas gambarnya,” Salman meremas susu Nani dan menjawil dagunya, Nani semakin marah, lalu Salam mengarahkan kepalanya ke selangkangan Nani.

Handycam di tangan Rudi mendekat ke selangkangan Nani. Jemari Salman membelai-belai vagina Nani yang sudah telanjang penuh, sementara Nani tetap berusaha melawan dan meronta-ronta.

Bibir vagina Nani direngkah dua jemari Salman hingga terbuka, warnanya merah muda dan mulai basah lantaran klitorisnya dimainkan jemari Salman.

“Ini itil namanya frend.. makin digosok, tante makin kenimatan… nggak tahan.. ha ha ha…,”suara Salman bergairah, sementara gambar di LCD menunjukkan jempolnya menekan dan menguyak klitoris Nani.

Bibir Salman kemudian mendekat ke vagina Nani, lidahnya mulai menjulur menjilati klitoris Nani. Telapak tangannya menekan bagian atas vagina Nani yang ditumbuhi bulu halus tercukur rapi.

“Hmmm.. sedep bener nih tante. Nggak ada bau terasinya pepeknya nih…he he. Rud kau suting mukanya tante pas aku mainin itilnya ya..,” Salman kembali menjilati vagina Nani, kali ini ssambil dihisap-hisap.

Rudi mereka ekspresi Nani. Matanya kini terpejam dan mulutnya yang tersumpal masih berusaha teriak, namun tubuhnya sudah lemah tak mampu meronta lagi. Tenaga Nani sudah terkuras karena berusaha melawan ikatan di tangan dan kaki.

“Ehmmhh.. ehmmmhhpp.,” suara Nani melemas juga, rontanya justru menjadi gemulai membuat Salam makin nafsu menghisap vaginanya. Jilatan-jilatan lidah Salman di vagina Nani membuat pikirannya bercabang. Ia mulai merasakan kenikmatan yang tak mungkin dihindari.

“Ehmm.. kenapa tante? Nikmat ya?,” suara Rudi bertanya sambil wajah Nani di close-up. Nani melotot sambil berusaha mengangkat kepalanya, ia berusaha berteriak lagi, memprotes gambarnya direkam Rudi.

Rahmat semakin marah melihat adegan itu. Dalam hatinya ia menaruh dendam kesumat pada Salan dan Rudi yang mengerjai istrinya. Tapi adegan demi adegan yang dilihatnya di layar LCD handycam membuat Rahmat semakin penasaran.

Rudi tiba-tiba menghempas sapu tangan penutup bibir Nani. Tapi Nani justru terpejam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun, apalagi teriakan.

“Ayo tante.. mau marah apa? Mau ngomong apa.. ayo teriak lagi?,” suara Rudi meledek Nani.

“Ehmm.. jangan… amphuunnn.. jangan disuting… amphunnn,” suara Nani memelas dengan nafas yang mulai berat dan mulai terangsang.

“Ampun kenapa tante..?,” suara Rudi kembali menggoda.

“Akhhss.. amphuunnnn… oughhh… mmpphh..,” mata Nani kembali terpejam, tubuhnya bergetar seperti menahan birahi yang memuncak. Dari LCD handycam, Rahmat bisa menandai ciri-ciri wajah istrinya mulai dilanda gairah seksual.

Di bagian bawah Salman terus menjilati vagina Nani, Rudi mengarahkan kameranya di bawah. Kepala Salman seakan terbenam di selangkangan Nani, saat di close-up nampak vagina Nani sudah sangat basah dan cairannya terus dijilati dan dihisap Salman. Pinggulnya bergoyang mengikuti irama jilatan Salman.

“Oughh.. ampphhhuuunnn… akhhsss..,” suara Nani terdengar.

“Nih suting nih.. nah lihat nih.. tante udah nggak tahan mau dientotin nih..,” kata Salman sambil jemarinya membuka bibir vagina Nani. Handycam Rudi mengclose-up vagina Nani yang terkuak oleh jemari Salman. Terlihat jelas dinding vagina Nani berkedut-kedut dan nampak dibaluri lendir birahinya sendiri.

Salman masih menahan vagina Nani dengan jarinya, lalu penis Salman terekam di kamera sudah tegang mengacung dan mulai mendekati bibir vagina Nani.

“Eh Rud.. kau rekam yang lengkap ya.. aku entotin dulu nih tante, ntar kalau aku cabut kontolku.. kau coles-up lagi pepeknya ya…biar kau lihat bagaimana kalau tante puas.. ha ha..,” Salman menyeringai.

Salman mengambil posisi tepat ditengah kaki Nani, dan perlahan menuntut penisnya ke bibir vagina Nani.

“Amphhuunn.. tolong lepaskan saya.. jangan.. tolong jangan…,”Nani memelas pasrah, seolah sadar sesaat lagi ia akan disetubuhi pria lain yang bukan suaminya.

“Nah.. begitu dong.. yang halus.. jangan marah marah kayak tadi hah..!! Ayo sekarang mau apa, mau dilepas?. Rud turuti tante ini, lepas ikatan kakinya Rud, cepat…,” Salman tetap pada posisi siap menindih Nani, ujung penisnya sudah menyentuh bibir vagina Nani yang merekah.

“Akhhss.. jangan pak.. amphun.. jangan..,” Nani memelas sejadi-jadinya dengan suara parau saat merasakan benda hangat menempel di bibir vaginanya. Rudi merekam semuanya sambil melepas ikatan di kaki Nani. Dari posisi itu nampak jelas penis Salman sudah menempel di bibir vagina Nani.

“Sudah siap tanthee.. ouh.. sudah siap kubawa ke alam nikmathhh.. ahh..,” Salman menindih tubuh Nani dan memegang kedua pipi Nani agar wajah Nani menghadap ke wajahnya. Pinggulnya mulai ditekan membuat kepala penisnya menembus bibir vagina Nani.

“Ngghhh… amphuunnn.. jangahhnnn…tolong janganhhh… engghhhmmm… ouuhhhhggghhh… akhhhssss,” suara Nani yang memelas berubah menjadi desahan tak tertahan saat Salman mulai memasukkan penis ke vaginanya dan mulai memompa keluar masuk.

Rahmat melihat bagaimana tubuh mulus istrinya menggelinjang setiap sentakan pinggul Salman terjadi. Nani mendesah tak karuan ditindih tubuh Salman yang kekar. Perawakan Salman agak pendek, penisnya juga lebih pendek dari milik Rahmat. Tapi penis hitam Salman jauh lebih gemuk dan lebih tegar dari milik Rahmat.

Rudi mengclose-up bagian yang sedang intim itu. Bibir vagina Nani sampai monyong-monyong didera penis Salman. Salman menghentak pinggulnya semakin cepat semakin keras.

“Akhhss… ouhhh.. ahhhh… sssttt…ughhh…,” Nani terpejam sambil mendesah menahan nikmat, ia tak sadar wajahnya diclose-up oleh Rudi.

Rudi kemudian menjauh mengambil gambar lengkap. LCD handycam yang dilihat Rahmat menampakkan bagaimana kaki mulus Nina kini justru merangkul pinggul Salman yang semakin cepat memacunya, nafasnya terdengar keras memburu. Desahan Nina juga makin keras, dan kepalanya bergerak ke kanan-kiri.

“Ougghhh… argghhh… huh… nikmat sekalih tubuhmuuhh tannteehhh… ouhhh.. aaahhhhhkkkk…ouhhh nikhhhmmaaathhhh….,” Salman mencabut penisnya dan berlutut di hadapan Nani dengan kepala menengadah dan tubuh bergetar, sesaat kemudian penisnya menyemburkan sperma sampai ke perut Nani. Salman mencapai puncaknya.

“Waduh.. akang ini belum apa-apa tuh udah ngecrot kemana-mana maninya.., sini gantian.. biar saya ambil alih memuskan tante..,” Rudi bergegas naik ranjang menggantikan posisi Salman. Rekaman di handycam sempat goyang menampilkan gambar lantai, cermin rias, dan langit-langit kamar.

Kini Salman yang merekam gambar, sementara Rudi sudah bugil menindih tubuh Nani. Penis Rudi sangat kekar, panjang dan besar. Kotak-kotak kekar di perut Rudi menggambarkan keperkasaan, ia memang perenang tangguh di kawasan wisata itu.

“Sudahhh… amphuunnn… jangan lagihh.. amphunnnhhh…,” pinggul Nina bergerak ingin menghindari penis Rudi yang sudah mengarah ke vaginanya, tapi percuma karena kedua tangannya masih terikat membuat posisinya tertahan terlentang.

“Tenang tante sayang.. kan masih tanggung tadi.. sekarang saya kasih biar tante puas..,”Rudi tiba-tiba menindih Nani, ia melumat bibir ranum Nani, meremas susunya, dan mulai menggenjot penisnya keluar masuk ke vagina Nani.

Nani mulai mendesah, gerakan Rudi membuat ia kembali terangsang hebat setelah puncak klimaksnya hampir sampai bersama Salman tadi.

Rahmat melihat dari layar LCD bagaimana istrinya mulai hilang kontrol dan tak menyadari sedang berhubungan intim dengan lelaki lain yang memperkosanya. Nani terpejam dengan bibir terus dilumat Rudi, malah Nani nampak membalas lumatan-lumatan Rudi, nafas mereka sama-sama memburu bercampur desahan.

“Goyang yang keras Rud.. si tante dah mau sampai puncak tuh…,” suara Salman terdengar, sementara gambar di close-up ke wajah Nani dan Rudi yang berpagutan bibir. Rudi menggocok semakin kencang, kaki Nani merangkul pinggul Rudi seolah ingin hantaman yang lebih sempurna di vaginanya.

“Oughh… ghimmana tanntehhh… enakkhhhss…??,” Rudi melepas pagutannya dan terus menggenjot Nani sambil mengeluarkan obrolan nakal. Nani semakin lepas kendali di saat puncak kenikmatan nyaris dirasakannya di bawah himpitan tubuh Rudi yang kekar.

“Gimana tanthee… jawabbbhhh aghhh…,”

“Ngghhhmm ahhsss….,” Nani mendesis. Rudi menggenjotnya lebih keras, dan terus meluncurkan tanya pada Nani.

“Akhhss.. amphunnn… ahhhsss enakhhhmaaass.. sssttt..,”

“Apa tanthe??? Yang keras bilang…,”

“Ughhh… ssstnnikkhhmmmaatt… ssshhh aaahhh… ihhh…,”

“Enakh digoyanghhh… ayo bilang…,” Rudi terus memancing Nani. Nani menggelinjang kenikmatan dengan nafas semakin berat memburu. Peluh mereka bercampur menetes.

“Apanya yang nikmat tantehh…,”

“Ssttt.. ahhgg.. konthhh… tholll… assttt oughhh…,” Nani menjawab tanpa sadar.

“Yahhkk begithuu tannthee… akhhhsss… nihhhh.. ouh.. pepekmu juga enakhh tannte…,” Rudi semakin liar menggenjot Nani. Kini kaki kanan Nani diangkat ke bahunya lalu dengan posisi itu Nani kembali dihajarnya.

“Tanhtee enakhh diapainnn hahh..??,” Rudi memacu penisnya semakin cepat, ia mulai merasakan kedutan dari dinding vagina Nani menandakan Nani hampir klimaks.

Salman mengclose up lagi wajah Nani yang terpejam, sementara Rudi menggenjot Nani sambil terus bertanya nakal. Salman berusaha melepaskan ikatan tangan Nani sambil terus merekam pertempuran ranjang itu.

“Aghh.. dihennntoothhinnhh aaakhhsss… ahhh. Amphunnnn uhhh enthooottt… akhhhsss ouhhh.. sssttt enghhhmmm,”desah Nani.

“Diperkosa ini tanthee.. enakhss diperkosaaa..??,”

“Yeahhh… akhhsss eeehhhnnn…naaakkhhh.. perkohhssaa…aahhhsss…,” Nani menceracau mengukuti pertanyaan Rudi. Tangan Nani yang sudah lepas dari ikatan bukannya mendorong tubuh Rudi tapi justru merangkul leher Rudi dan meremasi rambut Rudi dari belakang.

Dari LCD handycam di tangannya, Rahmat melihat istrinya sudah mencapai klimaksnya, suara Nani terdengar sangat menggairahkan saat itu. Tanpa sadar penis Rahmat mulai tegang.

“Ayooo.. tante.. ahhh.. ayohh…,” Rudi juga hampir mencapai klimaks, secara masksimal tenaganya dipacu menggoyang Nani. Tubuh Nani mulai bergetar hebat dan kakinya seperti kejang merangkul pinggul Rudi yang terus bergoyang di atas tubuhnya.

“Akkhsss.. ahhhh… ammphuuunnnnhhhh… ssttttt akkhhhsssss…. Mmmmphhhmmmm… emmphhhhpppp,” pertahanan Nani akhirnya bobol, tubuhnya seakan kejang, tangannya menarik rambut Rudi, dan kepalanya terangkat meraih wajah Rudi. Saat klimaksnya membludak, Nani justru melumat bibir Rudi, memeluk Rudi kuat-kuat, melepaskan kedutan-kedutan nikmatnya.

“Akhhh… ouhh.. yeahhh.. yeahhhh… ouhhh… yeaaahhhhh…,” Rudi melenguh kejang melepas lumatan Nani. Rudi juga mencapai klimaksnya sambil memeluk erat tubuh Nani, mereka berpelukan erat dan saling menekan kenikmatan di vital mereka secara bersamaan, lalu lemas beberapa saat kemudian.

Salman mengclose-up bagian vital itu, perlahan Rudi mencabut penisnya. Air sperma Rudi terhujam di dalam vagina Nani perlahan menembus keluar meleles di bibir vagina Nani. Rudi berbaring di sisi Nani, sementara Salman mengangkangkan kaki Nani dan menguak vagina Nani dengan tangan kirinya, tanga kanannya mereka close up vagina Nani.

Rahmat melihat vagina Nani masih berkedut-kedut. Tiap kedutannya mendorong keluar sperma Rudi meleleh di bibir vaginanya.

Gambar di handycam kemudian terputus dan menampakkan Nani yang tertidur pulas di ranjang, bugil tanpa ikatan.

“Ya beginilah kondisi nyonya sombong yang sudah kami perkosa sampai puas.. diperkosa malah kenikmatan dia sampe tidur ngorok ha.. ha.. ha..,” suara Salman terdengar. Rudi dan Salman terus mengeksplore tubuh telanjang Nani sambil berkomentar. Dari sana Rahmat tahu kalau mereka nekad memperkosa Nani karena Nani menyinggung perasaan mereka. Waktu hendak membenahi shower dan kamar mandi, Nani sempat melontarkan kata-kata menyuruh mereka berdua cepat selesaikan pekerjaannya karena Nani tak tahan bau badan mereka.

Tangan Rahmat luruh dan handycam hampir jatuh. Pikirannya kacau setelah melihat rekaman pemerkosaan itu. Bukankah Nani akhirnya menikmati juga?, bagaimana mungkin ini dilaporkan ke polisi?, akan lebih menjadi aib jika nantinya dua pelakunya membeberkan ini suka sama suka..

Rahmat berteriak sejadi-jadinya, lalu kembali ke kamar hotel dan menggauli Nani secara brutal membayangkan memperkosa istrinya sendiri.()

dukun

Istri Juragan dan Dukun Mesum (2) »
Istri Juragan dan Dukun Mesum (1)
Chapter 1: Pembersihan Rumah

Bagi Hendarto Wibowo, pengusaha berusia 40 tahun, unsur klenik merupakan hal yang dapat diandalkan menuju kesuksesan hidup. Untuk mengelola bisnis pariwisata dan perhotelan yang dimilikinya, sudah puluhan tahun ini Hendarto menggunakan jasa paranormal. Tak dinyana, paranormal pribadinya justru menikmati sensasi seksual bersama istrinya.

Siang itu Hendarto membawa mbah Bromo, paranormal berusia 60 tahun, untuk membersihkan rumahnya dari kemungkinan gangguan pesaing bisnisnya.

Sudah tiga tahun ini ritual bersih rumah dilakukan Mbah Bromo tiap enam bulan sekali di rumah Hendarto. Prosesinya antara lain memercik air bunga ke tiap sudut ruangan di dalam rumah Hendarto. Biasanya dilakukan sejak siang hari hingga menjelang malam.

“Maaf mbah mungkin kali ini saya tidak bisa mengikuti ritual ini sampai selesai, karena saya harus keluar kota untuk kepentingan perusahaan. Tapi istri saya akan tetap di sini membantu mbah sampai ritual selesai,” kata Hendarto di tengah jalannya prosesi ritual.

“Oh begitu. Ya ndak apa pak Hen, ditinggal saja biar saya selesaikan tugas saya. Lagi pula pembersihan di ruang tamu dan kamar kerja pak Hen sudah selesai, nanti biar di ruangan lainnya saya teruskan sendiri. Ndak usah suruh nyonya membantu, biar saya kerjakan sendiri,” kata mbah Bromo.

“Eh.. jangan mbah, biar istri saya membantu ya,” kata Hendarto lagi. Ia kemudian memanggil Irma, istrinya di ruang keluarga.

Irma berusia 30 tahun, berwajah ayu, kulit putih, dan tubuhnya sintal. Selama melakukan ritual di rumah Hendarto, mbah Bromo memang belum perah melihat Irma dan dua anak Hendarto. Setiap ritual dilakukan rumah memang harus dalam keadaan kosong penghuni, kecuali satu orang anggota keluarga yang mendampingi mbah Bromo. Biasanya Hendarto menitipkan istri dan anaknya ke rumah mertuanya.

“Ini kenalkan mbah.. ini Irma istri saya. Mama, kenalkan ini mbah Bromo yang pernah papa ceritakan,” kata Hendarto begitu Irma tiba di ruang tamu. Keduanya langsung berjabatan tangan dan berkenalan.

“Iya mbah.. suami saya harus ke lar kota sekarang, jadi biar ritual pembesihan rumahnya saya yang gantikan untuk membantu mbah. Si mbok dan anak-anak sudah saya bawa ke rumah opa-omanya,” kata Irma.

“Waduh.. sebenarnya bu Irma ndak usah repot ndak apa.. saya bisa selesaikan sendiri. Tapi lebih baguslah kalau bu Irma mau membantu,” kata mbah Bromo.

Mbah Bromo lalu menjelaskan apa saja yang harus dilakukan Irma, antara lain memegang baskom berisi air bunga tujuh rupa dan selalu berada di samping mbah Bromo saat ritual dilakukan di tiap ruangan, untuk memudahkan mbah Bromo memercikan air ke ruangan karena baskom tidak boleh diletakkan di lantai atau media apapun.

“Maaf mbah, saya potong.. saya harus berangkat sekarang. Mama, papa jalan ya,” kata Hendarto lalu pergi meninggalkan mbah Bromo dan Irma di rumah.

Irma manggut-manggut mendengarkan penjelasan mbah Bromo. Meski pekerjaan itu mudah dan bisa dilakukan pembantu , tetapi karena harus anggota keluarga Irma bersedia melakukannya demi kesuksesan suaminya.

“Ruangan tamu ini sudah saya bersihkan, sekarang kita ke ruang keluarga bu Irma,” mbah Bromo berjalan menuju ruang keluarga, Irma membawa baskom air bunga membuntutinya.

Mbah Bromo meminta Irma duduk di sofa keluarga pada posisi duduk seperti biasanya saat menonton televisi bersama keluarga. Irma mengikuti lalu duduk di pojok kanan dengan kedua tangan tetap memegangi baskom.

Mulut mbah Bromo komat-kamit membaca mantra dengan mata terpejam, lalu kedua tangannya dimasukkan dalam baskom yang dibawa Irma, dan mulai memercikkan air ke ruang itu berkeliling dari sudut ke sudut.
Setelah selesai, ritual kemudian pindah ke kamar tidur utama, kamar tidur Hendarto dan Irma di lantai dua. Mbah Bromo kembali meminta Irma tidur di ranjang pada posisi seperti biasanya, dan Irma menuruti, berbaring dengan tetap memegang baskom air bunga di atas perutnya.

“Oh.. maaf bu Irma.. saya lupa memberi tahu. Kalau bisa busananya juga harus diganti dengan baju tidur yag biasa dipakai sehari-hari di kamar tidur ini,” kata mbah Bromo.

Irma sedikit terkejut mendengarnya sebab Hendarto tidak pernah bercerita tentang itu. Tapi akhirnya ia menurut juga. Mbah Bromo keluar ruangan membiarkan Irma bersalin pakaian.

“Sudah mbah.. silahkan diteruskan,” Irma mengenakan daster tipis merah muda yang biasa dipakai saat tidur. Ia merasa agak risih juga ketika mbah Bromo masuk ke kamar, karena kebiasaan setiap tidur Irma tak pernah menggunakan pakaian dalam, CD dan Bra.

Mbah Bromo menangkap kerisihan Irma, apalagi daster tipis membuat putting susu Irma membekas jelas.

“Ndak usah risih bu Irma.. ini demi ritual. Bu Irma memang cantik dan sexy, tapi mbah kan sudah tua, sudah ndak bisa bangun.., jadi ndak mungkin berbuat macam-macam,” kata mbah Bromo tersenyum. Irma kemudian berbaring seperti semula dan mbah Bromo melanjutkan ritualnya.

Kata-kata mbah Bromo membuat Irma lega, sebab sesuatu bisa saja keluar dari rencana bila seorang wanita seperti Irma berada sekamar dengan pria lain yang normal.

Tapi.. apa iya mbah Bromo sudah nggak bisa bangun?. Pertanyaan itu justru berkeliaran di benak Irma. Ia memandangi sosok mbah Bromo yang masih berdiri merapal mantra-mantra membelakanginya.

Usia mbah Bromo memang sudah tua, rambut, kumis dan jenggotnya sudah memutih sebagian. Tapi fisiknya masih kelihatan sangat bugar. Tingginya sekitar 180 cm, lebih tinggi dari Hendarto. Irma pun hanya sebatas dagunya kalau berdiri berdampingan.

Tubuh mbah Bromo juga nampak kekar dilapisi kulit hitam legam. Saat tangan mbah Bromo membasuh di baskom, Irma bisa melihat jemari-jemarinya yang kekar dengan buku-buku jari yang besar-besar.

Apa iya mbah Bromo sudah impoten, seperti katanya barusan? Lagi-lagi pertanyaan itu mengecamuk di bathin Irma. Diam-diam ia membayangkan bagaimana perkasanya mbah Bromo saat masih muda.

“Bu Irma sudah selesai bu..,” mbah Bromo mencolek bahu Irma yang melamun.

“Oh.. eh.. iya mbah.. sudah ya?,” Irma malu sendiri karena ketahuan sedang melamun.

“Ibu kenapa? Kok sepertinya ada yang dipikirkan?,” tanya mbah Bromo menatap Irma.

“Eh.. nggak mbah. Ah anu.. saya tiba-tiba kepikiran tentang mimpi-mimpi serem yang sering saya alami belakangan ini. Apa bisa mbah mengusirnya?,” Irma sembarang celetuk mengarang cerita untuk menutupi malu. Tapi cerita karangannya justru menjebaknya dalam situasi makin rumit akhirnya.

“Oh itu. Bisa bu.. nanti setelah pembersihan rumah saya akan lihat apa penyebabnya ya.. mungkin ada yang mengganggu ibu,” kata mbah Bromo.

Ritual dilanjutkan ke kamar mandi di dalam kamar tidur utama. Di sini Irma jadi serba salah, karena ia harus berada pada posisi seperti biasanya. Tapi kegundahan Irma terobati setelah mbah Bromo mengatakan tak harus telanjang, tetapi cukup dengan melilit handuk di tubuhnya.

Irma berdiri di bawah shower dengan handuk biru melilit tubuhnya dan kedua tangan memegangi baskom air bunga. Mbah Bromo kemudian mengaktifkan shower sehingga tubuh Irma kuyub tersiram bersama handuk yang dipakainya.

Mbah Bromo mulai memejam mata dan merapal mantra-mantra, kemudian mulai memercik air ke sudut-sudut kamar mandi.

Belum lagi usai prosesi di kamar mandi itu, tiba-tiba lilitan handuk di tubuh Irma melonggar karena siraman shower. Irma panik dan berusaha menahan agar handuk tidak melorot, tapi terlambat, ujung handuk kanterjuntai ke bawah membuat hanya bagian kiri tubuh Irma yang tertutup.

Astaga, bagaimana ini, pikir Irma tak karuan. Tubuhnya telanjang bulat di bagian kanan, tepat di hadapan mbah Bromo. Bagaimana kalau mbah Bromo tidak lagi terpejam? Pasti semua kebugilannya terlihat jelas.

Masih dalam kepanikan Irma, mbah Bromo tiba-tiba mengamit ujung handuk yang luruh, kemudian membantu melilitkan di tubuh Irma.

“Maaf bu Irma.. saya bantu membenarkannya ya,” katanya, sementara Irma tak bisa bersuara. Mbah Bromo kemudian melanjutkan prosesi ritualnya.

Irma kembali didera beragam pertanyaan dan perasaan aneh tentang mbah Bromo. Saat membenahi handuk di tubuh Irma, jemari mbah Bromo sempat menyusup dan menyentuh kulit mulus di pangkal payudaranya. Ada desiran aneh menjalari Irma saat kulit kasar mbah Bromo menggesek pangkal payudaranya. Desiran yang selama ini mulai jarang dirasakan bersama Hendarto, suaminya.

“Sekarang prosesi sudah selesai bu. Apa ibu jadi mau menyelesaikan masalah mimpi buruknya?,” suara mbah Bromo mengejutkan Irma.

“Bu Irma bisa pakai daster lagi.. dan saya akan merowah ibu,” kata mbah Bromo sambil keluar kamar mandi ke kamar tidur, sementara Irma kembali mengenakan daster tipisnya.

Mbah Bromo meminta Irma berbaring di ranjang, Irma menurut dengan hati berdebar-debar tak karuan. Dengan posisi duduk di sisi ranjang, mbah Bromo meletakkan telapak tangan kanannya di dahi Irma sambil merapal mantra. Irma mengamati mbah Bromo yang terpejam berkomat-kamit. Wajah mbah Bromo masih meninggalkan gurat-gurat ketampanan, semakin terkesan jantan dengan tukang rahang yang menonjol.

“Ehm.. apa kira-kira penyebab mimpi-mimpi itu mbah,” Irma beranikan diri bertanya. Mbah Bromo membuka mata dan menatap mata Irma membuat Irma salah tingkah.

“Hmm.. maaf bu Irma. Sepertinya ada yang berusaha mengguna-gunai ibu, dan sudah masuk sebagian merasuk ke aliran darah ibu. Mungkin saingan bisnis pak Hendarto yang sudah kewalahan tak bisa menembus pak Hen kemudian menyasar ibu,” jawab mbah Bromo.

Irma jadi takut. Bukankah soal mimpi buruk itu hanya karangannya? Tapi soal guna-guna, jangan-jangan memang benar sudah merasuk di tubuhnya.

“Apa berbahaya mbah?,” tanya Irma ketakutan.

“Kalau tidak segera dibersihkan bisa bahaya bu. Kalau tidak kuat ibu bisa hilang akal sehat, bisa gila. Tapi untung cepat terdeteksi,” kata mbah Bromo.

Mbah Bromo kemudian menjelaskan bahwa untuk mengusir guna-guna dan membersihkan yang sudah terlanjur merasuk ke dalam aliran darah, maka Irma harus menjalani ritual pembersihan seperti ritual pembersihan rumah. Caranya dengan dimandikan air kembang tujuh rupa oleh mbah Bromo.

Mbah Bromo meminta Irma tetap berbaring, sementara ia mengambil baskom air kembang sisa prosesi tadi di kamar mandi.

Setelah kembali duduk di sisi ranjang, mbah Bromo mulai merapal mantra dan memercikkan air kembang ke sekujur tubuh Irma, mulai kepala sampai kaki.
“Maaf bu, mungkin sedikit risih.. tapi jangan dirasakan ya, karena perlawanan bisa menggagalkan ritualnya,” kata mbah Bromo. Belum sempat Irma menjawab, telapak tangan mbah Bromo mulai menelusuri tubuh Irma seolah mengolesi dengan air kembang.

Irma tak punya pilihan. Ketakutannya mengalahkan akal sehatnya, dan ia menuruti apa saja perkataan mbah Bromo. Ia merasakan tangan mbah Bromo mengusap-usap lehernya lalu turun ke dada. Usapan berlanjut ke dua payudara Irma membuat Irma merasakan desiran aneh luar biasa.

Daster tipis tanpa bra membuat telapak tangan mbah Bromo sangat terasa menyentuh dan mengusapi putting susu Irma. Irma memejamkan mata dan berhayal yang sedang mengelus tubuhnya adalah Hendarto suaminya. Maksud Irma adalah untuk menghilangkan risih yang sedang melanda dirinya. Lagipula, bukankah mbah Bromo impoten? Begitu pikirnya.

Tapi niat Irma justru menyeretnya ke posisi yang lebih sulit. Dengan membayangkan suaminya yang sedang mengusap tubuhnya, libido Irma malah terpacu dan gairah seksnya meninggi.

Irma merasakan tangan mbah Bromo mulai menjalar ke kakinya. Sentuhan nikmat mulai dirasakan Irma di bagian pahanya, tanpa disadari tangan mbah Bromo terus menelusup bagian bawah daster, dan mulai mengusapi kulit paha Irma.

“Aahh.. mas Hen..,” Irma mendesis mencoba membendung gairahnya, pikirannya semakin tertuju pada Hendarto yang sedang menjelajahi tubuhnya.

Mbah Bromo menangkap libido Irma yang mulai meningkat, ia kemudian memberanikan diri mengusapi pangkal paha Irma dan sesekali tangannya menyetuh bibir vagina Irma yang tidak terbungkus CD. Irma menggelinjang dan mulai melebarkan kakinya memberikan ruang lebih luas bagi sentuhan mbah Bromo.

Daster bagian bawah sudah tergulung sampai ke perut Irma, paha mulus dan rambut tipis di vagina Irma terpampang jelas di hadapan mbah Bromo. Mbah Bromo ingin sekali mengusapi vagina Irma, bagaimana pun ia lelaki normal dan masih bisa ereksi di usia tuanya. Pengakuan impoten dilakukan mbah Bromo sebenarnya hanya agar kliennya merasa nyaman saat ritual dilakukan. Tapi mbah Bromo tak berani melangkah lebih jauh karena takut dilaporkan ke Hendarto, sebab selama dua tahun ini Hendarto sudah menjamin perekonomian keluarganya bahkan sampai ia mampu mengkuliahkan anaknya.

“Ehmm.. maaf bu Irma..,” suara mbah Bromo menyadarkan Irma.

“Oh.. eh.. iya mbah. Sudah selesaikah?,” Irma terkejut membuka mata, gelagapan bercampur malu menyadari dirinya bugil di bagian bawah, dan segera membenahi letak dasternya. Nafas Irma sedikit berat desiran kenikmatan masih tersisa padanya.

“Belum bu, guna-gunanya cukup kuat dan sudah merasuk jauh ke aliran darah bu Irma,” mbah Bromo kini yang mulai mengarang cerita.

“Daster ini menyulitkan saya melakukan ritual.. karena sebetulnya harus kulit tubuh bu Irma yang langsung dibaluri air kembang,” katanya tanpa menunggu reaksi Irma.

Rasa takut gila karena guna-guna ditambah desir kenikmatan yang terlanjur ia rasa akibat sentuhan jemari mbah Bromo membuat Irma sama sekali berada di bawah konrol mbah Bromo. Ia menuruti perkataan mbah Bromo untuk menanggalkan dasternya, dan untuk tidak bercerita pada Hendarto suaminya tentang ritual mereka.

“Silahkan mbah.. dilanjutkan ritualnya. Yang penting saya sembuh mbah,” kata Irma yang sudah kembali berbaring dalam keadaan telanjang.

Mbah Bromo terbelalak tak percaya, betapa tubuh mulus istri Hendarto terpampang telanjang di hadapannya menunggu disentuh dan dijelajahi olehnya.

Dengan sikap serius seolah ritual sesungguhnya, mbah Bromo kembali komat-kamit dan mulai menyentuh Irma. Air kembang dipercikkan lalu tangan mbah Bromo menelusuri payudara Irma, sebentar kemudian ke perut, tetapi kemudian kembali lagi ke payudara.

Irma memejam dan menggelinjang merasakan sentuhan langsung telapak tangan kasar mbah Bromo di kulit mulusnya. Tangan kiri mbah Bromo mulai meremasi payudara Irma bergantian, sebelah kanan dan kiri, sementara tangan kanannya menelusur ke bawah mengusapi paha dan selangkangan Irma.

Nafas Irma semakin berat saat merasakan sentuhan mbah Bromo mulai menjelajahi di bagian vitalnya. Irma ingin melawan dan menolak, tetapi rasa takut akan guna-guna dan kenikmatan yang sedang melanda mengalahkan perasaan risihnya. Ia memutuskan untuk kembali membayangkan bahwa suaminya yang sedang menjelajahi tubuhnya.

Mbah Bromo mengangkangkan kedua kaki Irma membuat vagina Irma semakin jelas terlihat. Perlahan ia memberanikan diri membelai lebih intens permukaan vagina Irma, ia merasakan cairan vagina Irma mulai merembes keluar membuat permukaannya semakin licin berlendir.

“Ahhhsss..,” Irma mendesis tak kuasa menahan kenikmatan sentuhan-sentuhan di tubuhnya. Ia merasakan sesuatu menguak bibir vaginanya dan saat yang sama putting susunya terasa dipilin-pilin, diremas-remas.

Di saat libidonya semakin tak terbendung, Irma merasakan sesuatu yang hangat menyapu-nyapu bibir vaginanya. Benda lunak bertekstur kasar itu mulai menyapu vaginanya secara rutin berirama.

“Ouhh.. ahhss. Mbah, kenapa digituin?,” Irma terperanjat saat menyadari kini kepala mbah Bromo seolah tenggelam diselangkangannya. Rupanya benda hangat yang nikmat menyapu vaginanya adalah lidah mbah Bromo yang menjilatinya.

“Eh.. oh.. maaf bu Irma, ini harus saya lakukan untuk menyedot guna-gunanya. Ini sudah hampir selesai. Tapi kalau ibu keberatan.. saya minta maaf bu Irma,” mbah Bromo nampak khawatir Irma marah dan melaporkannya pada Hendarto.

Tapi ternyata Irma tidak marah. Ia malah kembali memejamkan mata dan melebarkan dua kakinya memberi isyarat pada mbah Bromo untuk melanjutkan jilatan-jilatannya.

Benak Irma berhenti membayangkan Hendarto suaminya, sebab selama menikah hingga punya dua anak, sekali pun tak pernah Hendarto menjilati vagina Irma. Padahal dari film-fim porno yang mereka nikmati bersama selama ini, Irma ingin sekali merasakan bagaimana jika vaginanya disentuh dengan lidah, dijilati dan dihisap.

“Ahhk.. mbah..,” Irma mulai terbawa gairahnya. Mbah Bromo, lelaki tua yang baru dikenalnya ternyata tidak jijik menjilati vitalnya, tidak seperti suaminya yang merasa jijik kalau harus menjilati vagina Irma.

Tanpa disadari tangan Irma mulai meraih rambut mbah Bromo di selangkangannya dan berusaha menekan agar jilatan di vaginanya lebih terasa.

Kumis dan jenggot mbah Bromo yang kasar menambah rasa geli di vagina Irma. Lidah mbah Bromo semakin leluasa menjelajahi gundukan vagina Irma yang sudah sangat basah berlendir. Rintihan Irma semakin keras dan sering terdengar.

Mbah Bromo turut terpacu libidonya, sambil terus menjilat dan menghisap bibir vagina Irma, tangganya mulai memelorotkan celana kolor hitamnya. Penisnya mengacung tegang kemudian dikocok-kocok dengan tangan kirinya, sambil membayangkan ia sedang menyetubuhi Irma.

Irma mulai merasakan sensasi disekitar vaginanya, seperti ada hawa panas menjalar di pangkal pahanya. Hawa panas itu terus mendesak dan berkumpul dipusat klitorisnya, semakin lama semakin mendesak setiap kali jilatan mbah Bromo menerpa. Kedutan-kedutan mulai ia rasakan di vaginanya. Tangannya semakin meremas kencang rambut mbah Bromo. Sementara pinggulnya tergetar hebat seperti hendak menguyak kepala mbah Bromo di jepitan pahanya.

“Ouhh.. mbaahhhh… akkkssshhh…,” Irma setengah menjarit ketika kumpulan hawa panas itu meledak mencapai orgasmenya. Di saat bersamaan kocokan tangan mbah Bromo membuat penisnya terasa hendak meledak menyeburkan sperma kenikmatan. Tangannya segera menyembar daster Irma yang luruh di ranjang, lalu menghadang semburan spermanya menggunakan daster Irma.

Irma lunglai tak bertenaga, masih terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya. Mbah Bromo duduk di sisi ranjang kembali menyaksikan wajah cantik Irma setelah orgasmenya.

“Sudah tuntas bu Irma.. sudah keluar semuanya,” kata mbah Bromo. Irma tak mampu bicara, ia merasa lemas bercampur malu menyadari lelaki lain sudah melihat tubuhnya. Ia lalu duduk dan mengamit selimut untuk menutupi tubuh bugilnya, bersandar di kepala ranjang.

“Bagaimana rasanya bu Irma?,” tanya mbah Bromo.

“Hmm.. nikmat mbah..,” jawab Irma tanpa sadar.

“Maksud bu Irma?,” mbah Bromo seolah memancing.

“Oh.. eh.. anu.. maksud saya. Maksud saya sudah agak ringan sekarang, mungkin karena guna-gunanya sudah keluar,” kata Irma malu.

Tiba-tiba pikiran Irma kembali tertuju pada fisik mbah Bromo. Apa benar si mbah tidak ereksi penisnya saat memperlakukannya seperti tadi.

“Mbah.. maaf ya kalau saya tanya. Apa tadi mbah tidak merasakan gairah seks? Waktu menghisap guna-guna dari tubuh saya tadi?. Apa anu mbah tidak tegang?,” ia beranikan bertanya untuk menjewab penasarannya.

“Kan mbah sudah bilang.. mbah impoten bu Irma. Ibu mau lihat?,” mbah Bromo langsung berdiri tanpa menunggu jawaban Irma, ia langsung melorotkan celana hitamnya tanpa CD.

Penis mbah Bromo menggelantung keluar, nampak lagi tanpa ketegangan sebab klimaksnya sudah sampai dengan onani tadi.

Irma terbelalak memperhatikan bentuk penis mbah Bromo. Dalam kondisi tidur penisnya itu tetap besart, lebih besar dari milik Hendarto. Pikirannya kembali tak karuan, bagaimana besarnya kalau penis hitam mbah Bromo itu tegang?.

“Ndak sebesar punya pak Hen ya bu?,” tanya mbah Bromo.

“Eh.. hmm.. hampir sama kok,” jawab Irma. Ia malu mengakui penis Hendarto tergolong kecil, apalagi dibanding penis mbah Bromo.

Tapi mbah Bromo sudah tahu kalau penis Hendarto ukuran mini. Sebab selama ritual pembersihan rumah sebelumnya, mbah Bromo sudah melihat penis Hendarto ketika pembersihan tanpa busana di kamar mandi. Hendarto bertubuh tambun dengan perut membuncit. Penisnya pun tidak bertahan lama kalau bersetubuh dengan Irma.

“Ya sudahlah bu Irma, mbah pamit pulang ya. Ndak enak kalau pak Hen datang, nanti jadi salah paham melihat kita berdua di kamar ini dalam kondisi begini,” mbah Bromo merapikan celananya dan bersiap keluar kamar. Irma ikut bangkit dengan melilit selimut menutupi tubuhnya.

“Sebentar mbah.. ini ada sesuatu dari saya untuk istri dan anak mbah di rumah,” Irma mengeluarkan beberapa lembar uang dari lemari dan menyisipkannya di kantung baju hitam mbah Bromo. Mbah Bromo tak menolak pemberian itu, anggap saja rejeki tambahan.

“Hmmm mbah.. satu pertanyaan lagi boleh ya? Apa mbah sudah tidak pernah bersetubuh sama istri?,” kata Irma.

“Oh ndak apa kalau ibu ingin tahu. Sebenarnya ya masih bu kadang-kadang. Tapi anu mbah baru bisa berdiri di saat-saat tertentu tanpa mbah tahu. Ya sudah mbah pamit permisi bu,” jawab mbah Bromo lalu pergi meninggalkan rumah Hendarto. (bersambung)

Sore itu Hendarto harus berangkat ke Malaysia untuk mengurusi jaringan bisnis hotelnya. Irma berada di rumah bersama Warti (2 pembantunya, sedangkan anak-anaknya sudah dua hari ini menginap di rumah opa-omanya karena liburan sekolah.

Sudah sebulan ini sejak ritual nikmat dari mbah Bromo, Irma selalu rindu dan ingin mendapatkannya lagi. Selama ini Irma mencari cara untuk bisa mengundang mbah Bromo, tapi sulit karena biasanya yang berurusan dengan hal-hal klenik adalah Hendarto suaminya.

Saat malam menjelang, pikiran Irma semakin merindukan kehadiran mbah Bromo. Setelah berusaha berpikir, Irma akhirnya menemukan cara.

“Halo.. dengan mbah Bromo?,” kata Irma menelpon mbah Bromo.

“Iya benar. Maaf dengan siapa ya?, apa ada yang bisa dibantu?,” jawab mbah Bromo di seberang sana.

“Mbah.. ini Irma istrinya pak Hendarto. Saya mau minta tolong mbah, kamar pembantu kami kan belum pernah dibersihkan sama sekali.. apa bisa dibantu, sebab saya takut ada yang usil mengguna-gunai keluarga kami lewat kamar itu,” kata Irma.

“Oh.. bisa bu Irma, kebetulan mbah juga sedang tidak ada klien. Mbah akan ke sana sekarang,” jawab mbah Bromo.

Irma senang bukan main. Ia kemudian mandi sebersih mungkin dan mengenakan gaun paling seksi yang dia punya untuk mengundang perhatian mbah Bromo nanti.



“Wah memang benar kamar ini kurang aman. Oh ya, mana pembantu ibu yang biasa menempati kamar ini?,” tanya mbah Bromo. Malam itu mbah bromo mengenakan celana kolor hitam dan kaos ketat warna hitam. Tubuh atletisnya tercetak jelas membuat Irma terpesona.

Irma segera memanggil Warti yang sedang masak di dapur. Mbah Bromo kemudian menjelaskan cara ritualnya. Sama seperti pembersihan rumah, ritual harus dilakukan dengan Warti yang selama ini menempati kamar tersebut.

“Hmmm.. apa nggak bisa saya gantikan mbah? Warti kan masih sibuk masak..,” Irma seperti keberatan jika ritual di kamar itu dilakukan mbah Bromo bersama Warti. Entah mengapa ia malah jadi cemburu.

Mbah Bromo menjelaskan bahwa ritual tidak boleh digantikan, kecuali kalau Warti punya suami yang biasa menempati kamar itu bersama. Warti adalah janda beranak satu, dicerai suaminya yang kawin lagi, sebelum menjadi pembantu di rumah Hendarto. Tentu saja tak punya suami.

Irma masih keberatan, tetapi tak punya alasan lagi untuk bisa menggantikan Warti. Ia pun menyilahkan mbah Bromo memulai ritualnya.

“Oke.. kalau gitu biar saya yang masak. Warti kamu temani mbah Bromo membersihkan kamarmu ya,” Irma meninggalkan mereka berdua di kamar pembantu. Tapi Irma tidak ke dapur untuk masak, melainkan masuk ke kamar tidur khusus tamu keluarga. Kamar itu dindingnya saling membelakangi bertemu dengan dinding kamar pembantu.

Irma meraih pigura lukisan di dinding. Ternyata dibalik lukisan itu ada semacam jendela rahasia yang bisa melihat kamar pembantu, sedangkan tepat di posisi yang sama tergantung cermin satu arah di kamar pembantu, sehingga siapapun tak menyadari sedang diintip bila sedang berada di kamar pembantu.

Jendela khusus itu sengaja dibikin Hendarto untuk menyelidiki tingkah laku pembantu mereka, terutama bila ada pembantu baru.

Irma melihat mbah Bromo sedang menjelaskan sesuatu pada Warti, sambil menyiapkan baskom air kembang tujuh rupa. Tapi Irma tak bisa mendengar pembicaraan itu, karena dinding yang tebal. Warti mengenakan daster berbaring diranjang dengan mata terpejam, dan mbah Bromo mulai memercikkan air kembang ke sudut ruangan.

“Warti apa mau mbah rowah sekalian biar cepat dapet suami lagi?,” tanya mbah Bromo sambil memercikan air ke kamar.

“Hmm.. mau sekali mbah. Warti udah nggak tahan juga nih pingin cepet kawin lagi. Soalnya enak sih,” kata Warti genit. Menjanda selama empat tahun sudah membuat gairah Warti tak terkendali. Apalagi berada sekamar dengan lelaki bertubuh atletis seperti mbah Bromo.

“Kalau mbah kasih rowah yang enak juga gimana? Mau nggak? Tapi jangan sampai majikanmu tahu ya.. nanti mbah dipecat, nggak dipake lagi sebagai paranormalnya,” mbah Bromo merasa yakin bisa menikmati tubuh montok Warti.

“Ah.. mbah ini, Warti jadi malu. Tapi kalo rowahnya memang nikmat dan Warti cepat punya suami lagi, ya Warti sih nggak nolak. Mau mbah.., Warti nggak akan ngomong ke nyonya dan tuan kok,” kata Warti.

Dari kamar sebelah, Irma menyaksikan mbah Bromo duduk di tepi ranjang Warti sementara Warti tetap berbaring. Tubuh warti tak setinggi Irma, badannya pun sedikit lebih gemuk. Tapi proporsi tubuhnya nampak montok menggairahkan untuk ukuran pembantu wajah Warti pun tak bisa dibilang jelek, kulitnya pun kuning langsat meski tak semulus Irma.

Irma terperanjat melihat tangan mbah Bromo langsung menelusup darter Warti di bagian bawah, lalu kepalanya merunduk dan Warti menyambut. Mereka saling berpagutan bibir, sementara tangan mbah Bromo menjelajah meremasi payudara Warti.

Ritual macam apa ini? Pikir Irma. Tapi Irma tak bergeming dan tetap menyaksikan adegan dua insan di kamar pembantu itu.

“Ahh mbahhh.. geli sekalihh..,” Warti mendesis. Kini dua payudaranya sudah lepas keluar dari BH dan kancing daster. Mbah Bromo meremas dan mengisapi putting susunya.

“Hmmmpphh.. gimana Warti? Nikmat kan rowahnya?.. mbah terusin ya biar tambah enak,” kata mbah Bromo sambil tangannya melucuti CD Warti. Warti pasrah, vagina laparnya sudah basah sejak tadi, ingin dipenuhi dengan sesuatu yang tegang.

Irma melihat mbah Bromo berdiri dan menanggalkan kaos ketat dan celananya, ia pun bugil. Astaga, penis mbah Bromo berdiri tegang mengacung keatas. Ukurannya dua kali lipat dari yang sempat dilihat Irma, karena saat ini sudah tegang. Penis mbak Bromo hitam legam dan sangat panjang, bisa tiga kali lipat dari milik Hendarto.

Tiba-tiba Warti bangkit dari ranjang, masih menggunakan daster tapi susunya sudah keluar kemana-mana, dan CD sudah luruh. Tangan Warti seolah menarik mbah Bromo untuk berbaring di ranjang, mbah Bromo menurut. Warti kemudian ikut naik ke ranjang mengatur posisi 69 dengan mbah Bromo.

Mbah Bromo di bawah menghadap keatas sedangkan Warti dari atas dengan tubuh bagian bawahnya mengarah ke wajah Mbah Bromo. Ia terlihat menungging meraih penis besar mbah Bromo dan langsung menghisapnya. Mbah Bromo membelai bongkahan patat Warti dan menyisihkan ujung daster yang dipakainya.

Sialan, pikir Irma. Rupanya Warti mempraktekkan posisi 69 yang seringkali ditontonnya bersama setiap kali Hendarto tak di rumah.

“Uihh.. gede banget kontolnya mbah.. tua-tua keladi nih. Sampai susah Warti genggam.. hmmpffhh.. ,” Warti terus berusaha memasukkan utuh penis mbah Bromo ke mulutnya, tetapi mulutnya kepenuhan dibuatnya. Ia benar-benar janda binal yang sedang menemukan pemuasnya.

“Waduh Warti.. pepekmu juga bagus sekali hmmm.. pasti sempit rasanya,” mbah Bromo mulai membelai vagina Warti yang mulai basah, kemudian mengangkat wajahnya agar bisa menjilati vagina itu dari bawah. Sasaran utama adalah klitoris Warti yang mulai mengeras.

“Uihhhkkkss… mbah… ahhhkkss,” Warti melepas hisapannya di penis mbah Bromo. Kepalanya menengadah menahan kenikmatan jilatan mbah Bromo di klitorisnya.

Irma tertegun menyaksikan adegan ranjang mbah Bromo dan Warti dari kamar sebelah. Libidonya ikut terpacu dan ingin sekali menggantikan posisi Warti.

Tiba-tiba pesawat telepon di ruang keluarga berdering. Irma barlai kecil untuk mengangkatnya karena Warti pembantunya tentu tak bisa menerima telepon lantaran sedang menjaani ritual nikmat bersama mbah Bromo.

Hendarto suami Irma menelepon memberi kabar kalau ia akan berada di Malaysia selama tiga hari. Keduanya pun terlibat obrolan tentang apa saja yang diinginkan Irma sebagai oleh-oleh dari Malaysia nanti.

Setelah pembicaraan telepon dengan suaminya selesai, Irma kembali ke kamar tidur khusus tamu untuk menyaksikan adegan layak sensor di kamar pembantunya.

Jantung Irma berdegup kencang saat kembali melihat ke kamar pembantu. Kini Warti sudah bugil berada di bawah dengan posisi kaki mengangkang, sedangkan mbah Bromo di atas mulai menggejot tubuh Warti. Irma melihat jelas bagaimana penis bersa mbah Bromo menghujam-hujam di vagina Warti, dan bagaimana wajah Warti menggambarkan kenikmatan yang diterimanya dari mbah Bromo.

“Ouhh.. ahh… mbah… entotin terus mbah… akhhss, kontolhhh mbahhh.. ahhhkk..,” Warti menggelinjang setiap kali mbah Bromo menggerakkan pinggulnya.

“Enak ya ndhuk?? Pepekmu juga wenakk.. rapet banget..,” mbah Bromo terus menggenjot Warti.

Pinggul Warti mengikuti gerakan mbah Bromo, desisan birahi keduanya semakin keras meski pun di ruang sebelah Irma tak mendengarnya. Mbah Bromo bangkit dan menarik Warti turun dari ranjang, ia mengarahkan Warti nungging bertumpu pada sisi ranjang, lalu dari belakang mbah Bromo menyetubuhi Warti dengan gerakan yang brutal. Warti didera kenikmatan yang luar biasa, sodokan mbah Bromo yang begitu gencar membuatnya seolah melayang. Ia mulai menceracau tak karuan.

Doggie style, sialan, pikir Irma. Selama ini ia hanya bisa membayangkan disetubuhi dari belakang, sementara pembantunya sudah merasakan kenikmatan itu.

“Ahh mbah…,” Irma mendesis, tanpa sadar sedari tadi tangannya mulai mengusap-ngusap vaginannya sendiri yang sudah penuh cairan birahi, sambil membayangkan sedang disetubuhi oleh mbah Bromo.

Di kamar pembantu, Warti merasakan bendungan kenikmatannya sudah hampir jebol. Goyangan mbah Bromo makin cepat dan makin mantap. Penisnya yang besar menghajar vagina Warti tanpa ampun.

“Akhh.. mbah… iyahh.. akhh… Warti mbah… ihhh.. ouhhh… nghhh,” Warti mencapai klimaksnya, tapi mbah Bromo terus memacu penisnya. Beberapa detik kemudian mbah Bromo secepat mungkin mencabut penis itu dari vagina Warti.

“Ouhhh..mbah…akhhhhzzz…,” Warti hampir menjarit menerima klimaksnya yang maksimal.

Saat penis mbah Bromo dicabut, Irma melihat jelas vagina Warti menyemburkan cairan kenikmatan berkali-kali, sampai karpet di kamar pembantu pada basah.

Warti lunglai dan tersungkur di ranjang. Mbah Bromo mengamit tubuh Warti agar terlentang dan memandu kaki Warti kembali mengangkang. Kemudian mbah Bromo memasukan lagi penisnya yang masih sangat tegang ke vagina Warti, dan kembali menggenjotnya.

Irma melihat kenikmatan luar biasa terpancar dari wajah Warti, dan sekali-lagi vaginanya menyebur cairan kenikmatan saat mbah Bromo mencabut penisnya.

Mbah Bromo belum mencapai puncaknya, namun Warti sudah sangat lemas setelah menimati tiga kali orgasme. Si mbah mengecup kening Warti dan membiarkan Warti terlelap kecapaian.

“Sudah puas kan ndhuk.. sekarang tidurlah, mbah pamit pulang ya,” kata mbah Bromo sambil berpakaian. Warti tak mampu menjawab perasaan lemas luar biasa menerpanya, ia langsung terlelap.

Sebelum keluar kamar mbah Bromo menyelimuti tubuh Warti dengan sarung. Melihat mbah Bromo akan keluar kamar, Irma segera berlari menuju dapur, ia tahu mbah Bromo pasti mencarinya di sana karena setahu dia Irma sedang masak di dapur menggantikan Warti.

“Belum selesai masaknya bu Irma?,” tanya mbah Bromo saat menemukan Irma di dapur.

“Eh mbah Bromo. Sudah selesai ritual pembersih di kamar pembantu kami?.. oh ya Warti kemana mbah?,” Irma pura-pura berbalik tanya karena ia pun tidak pernah masak apa-apa dari tadi. Irma mencuri pandang ke bagian depan celana mbah Bromo yang masih nampak menonjol.

Mbah Bromo sempat kebingungan mau menjawab apa soal Warti, otaknya cepat berputar menemukan ide, ”Oh anu bu, kamar itu sudah saya bersihkan. Tapi Warti sebagai penghuninya harus bersemadi sampai besok pagi agar prosesi pembersihan lebih tuntas,”.

Mbah Bromo mau pamit pulang, tapi Irma menahannya dan menyuguhinya kopi susu hangat. Keduanya beranjak dan duduk di sofa ruang keluarga.

“Mbah Bromo apa harus pulang malam ini? Maksud saya, kalau istri dan keluarga nggak khawatir, mbah boleh menginap di sini untuk malam ini,” tanya Irma.

“Ehm.. sebenarnya sih ndak apa bu. Saya ndak pulang berhari-hari pun keluarga dan istri ndak akan khawatir, sudah biasa. Tapi ndak enak rasanya kalau nginap di sini, saya sungkan sama pak Hen, bu,” jawab mbah Bromo sambil menyeruput kopi susu.

“Gini mbah.Pak Hendarto sedang ke luar negeri, jadi hanya saya dan Warti yang ada, karena satpam kami sedang cuti. Lagian saya takut sendirian di rumah mbah.. apalagi Warti kan nggak boleh keluar kamar sampai besok pagi. Kalau ada mbah kan jadi ada lelaki yang menjaga,” kata Irma.

Mbah Bromo sebenarnya takut kalau Warti bangun dan bercerita tentang ritual nikmat itu ke majikanya. Namun setelah mengetahui kalau Hendarto tak pulang ke rumah dan hanya ada Irma di situ, pikirannya pun berubah. Ini kesempatan bagus untuk bisa menyetubuhi Irma, pikirnya.

“Hmm.. iya deh kalau begitu. Biar saya menginap di sini, nanti biar saya tidur di sofa ini saja bu,” kata mbah Bromo berusaha tetap sopan.
Irma gembira mendengar kesediaan mbah Bromo. Sambil terus mengobrol Irma berusaha mencari cara agar bisa mendapat ritual nikmat dari mbah Bromo seperti yang dilakukan pada Warti. Untuk agresif dan vulgar memintanya dari mbah Bromo, Irma tak mungkin melakukannya. Bagaimana pun ia harus menjaga imejnya sebagai istri pengusaha kaya dan ternama.

“Oh ya mbah. Selain ritual magic, apa mbah bisa mijat? Ini kaki saya kok sering kesemutan ya.. sudah berulangkali ke dokter tapi nggak sembuh juga. Sering ngilu-ngilu gitu mbah,” Irma menyingkap bagian bawah gaun yang dipakainya agar kaki mulusnya dilihat mbah Bromo.

“Emmnh.. sedikit dikit sih bisa bu, permisi ya coba mbah lihat,” mbah Bromo menjulurkan tangan, sementara Irma mengangkat kaki kirinya ke sofa, sambil merapatkan duduknya lebih dekat ke mbah Bromo.

Tangan mbah Bromo mulai memijati kaki mulus Irma, mulai tepalak hingga betis. Irma merasakan sentuhan mbah Bromo membuat darahnya berdesir.

“Waduh.. pijatan mbah enak juga ya.. hmm saya sambil tiduran mbah ya biar ototnya lebih rileks,” tanpa menunggu jawaban mbah Bromo, Irma langsung berbaring di sofa. Mbah Bromo menahan nafasnya yang mulai cepat. Klimaks yang belum sempat ia raih dari Warti membuat birahinya kembali memuncak saat melihat Irma berbaring tepat di hadapannya. Tapi mbah Bromo masih saja takut berbuat macam-macam terhadap Irma, takut kalau Irma keberatan dan melaporkannya ke Hendarto.

Mbah Bromo tak hilang akal. Ia terus memijat kaki Irma, dan sedikit demi sedikit memberanikan diri memijat lebih naik ke lutut dan paha Irma, dilakukan berulang-ulang sambil menunggu reaksi Irma.

“Ohmm.. kok saya jadi ngantuk mbah ya..,” kata Irma setelah menguap kecil.

“Kalau ngantuk dibawa tidur saja bu, nanti mbah bangunkan kalau sudah selesai.. Maaf bu, kakinya saya pangku saja ya biar lebih mudah memijatnya,” kata mbah Bromo, Irma hanya mengangguk.

Mbah Bromo merapatkan duduknya bersandar di sofa dan menempatkan kaki Irma sekitar lutut ke atas pangkuannya. Tangannya kembali memijat paha Irma.

Irma merasakan pijatan mbah Bromo semakin melemah di pahanya, berubah menjadi usapan-usapan. Bongkahan pantat Irma sudah menyentuh paha mbah Bromo, betisnya bisa merasakan sesuatu yang mulai mengeras di dekat paha mbah Bromo, penisnya.

Tangan mbah Bromo semakin berani naik memijat dan menjelajahi pangkal paha Irma, sesekali menyentuh CD Irma juga. Irma berlagak ketiduran agar mbah Bromo lebih berani lagi menyentuh bagian-bagian vital tubuhnya. Mbah Bromo berpikiran Irma benar-benar pulas tertidur dipijati.

“Bu Irma.. bu..?,” mbah Bromo memastikan kalau Irma sudah pulas tertidur. Ia berhenti sebentar seperti memikirkan akan melanjutkan menjelajahi tubuh mulus Irma atau tidak. Irma tak bereaksi, seperti sudah benar-benar tidur.

Dengan sangat pelan mbah Bromo menyingkap bagian bawah gaun Irma sampai ke perutnya, membiarkan paha dan CD Irma bebas terlihat. CD string berwarna biru yang dipakai Irma membuat gundukan daging nikmatnya menyembul keluar. Tangan mbah Bromo perlahan kembali mengusapi paha putih Irma.

Irma merasakan sentuhan-sentuhan lembut di pangkal pahanya, tak lama setelah itu dirasakannya usapan halus di vaginanya yang masih terbungkus CD. Geli nikmat sentuhan jemari mbah Bromo mulai menjalari tubuh Irma.

“Hmmhh.. mas Hen.. mhhh..,” Irma mendesis berpura-pura seolah sedang bermimpi, sambil melebarkan kedua kakinya. Hal itu membuat mbah Bromo merasa mendapat kesempatan emas. Irma sudah benar-benar pulas, pikirnya.

Mbah Bromo bergeser ke samping agar wajahnya bisa menemukan selangkangan Irma. Dengan sangat perlahan ia mengamit CD string Irma ke samping menggunakan jarinya sehingga vagina Irma jelas terlihat. Tetap dengan posisi duduk di sopa, ia lalu merunduk menempatkan wajahnya di tengah kedua kaki Irma yang melebar.

Seketika Irma merasakan sapuan hangat lidah mbah Bromo di bibir vaginanya, membuat ia menggelinjang kegelian. Irma kembali mendesis sambil menyebut nama suaminya, pinggulnya bergerak-gerak mengimbangi irama jilatan mbah Bromo.

Yakin Irma sudah benar-benar bermimpi, mbah Bromo beranikan diri meluruhkan CD Irma hingga lepas melewati dua kakinya. Akses lidahnya semakin bebas menjelajahi vagina Irma yang mulai membasah.

Irma merasakan lidah mbah Bromo menyusup-nyusup di bibir vaginanya, sementara kumisnya menekan di klitoris Irma membuat sensasi nikmat.

“Auhmm.. Irma nggak tahan mas henhh.. pingin ditindih masshhh..,” Irma sudah hilang kendali dilanda birahi. Ia tak ingin cepat klimaks dengan jilatan mbah Bromo, ia ingin klimaks disetubuhi, dihajar penis mbah Bromo.

Penis mbah Bromo semakin tegang, tapi ia masih ragu untuk menyetubuhi Irma karena takut Irma terbangun dan mengetahui apa yang dilakukannya. Di lain sisi Irma pun ingin sekali menarik mbah Bromo untuk naik menindih tubuhnya, tapi ia pun khawatir imejnya rendah di mata mbah Bromo.

Mbah Bromo masih terus menjilati vagina Irma untuk beberapa lama, sampai akhirnya ia memutuskan untuk lebih berani. Otaknya sudah dipenuhi nafsu untuk menyetubuhi Irma, tapi di ruang keluarga itu tentu tak mungkin karena bisa saja si Warti bangun dan melihat .

Mbah Bromo lalu membopong Irma dengan sangat perlahan, masuk ke kamar tidur utama milik Hendarto dan Irma, lalu membaringkan Irma di atas ranjang.

Setelah berbaring, Irma kembali merasakan mbah Bromo menjilati vaginanya, kali ini lebih bernafsu dan lebih kasar. Tangan mbah Bromo menyusup ke balik gaun Irma dan menggapai payudaranya, meremas-remas dengan penuh biarahi.

“Enghh.. mass Hennhh..,” Irma meliuk-liuk kenikmatan sambil tetap berpura-pura mimpi.

Mbah Bromo semakin berani karena yakin Irma sedang bermimpi, ia kemudian melucuti gaun dan Bra Irma, lalu melucuti pakaiannya sendiri.

Kaki Irma dikangkangnya, sementara ia mengambil posisi setengah berlutut diapitan kaki Irma. Vagina Irma yang putih kemerahan semakin basah. Mbah Bromo memegangi penisnya dan perlahan mulai menyentuh vagina Irma.

Irma mendesis saat kepala penis mbah Bromo masuk ke vaginanya. Pinggulnya diangkat agar penis itu lebih cepat masuk ke vaginanya.

“Ouh.. masss.. ayo masukinnn mas…,” desisnya.

Mbah Bromo tetap menahan penisnya di bibir vagina Irma, ia kemudian meniduri tubuh Irma dan mulai menghisap putting susunya.

Hal itu membuat Irma merasakan birahi yang puncak dan ingin dipenuhi, pinggulnya semakin naik mengejar penis besar mbah Bromo. Irma merangkulkan kakinya ke pinggang mbah Bromo dan menarik mbah Bromo ke arahnya. Tapi itu tidak berhasi juga, karena mbah Bromo memang sengaja menahan.

Mbah Bromo merangkul tubuh Irma dan mulai menggenjot ujung penisnya keluar masuk di vagina Irma. Irma ingin sekali merasakan penis itu memenuhi vaginanya membuat bibir vaginanya sesak. Dalam kondisi diapit birahi, Irma ingin sekali mengakhiri kepura-puraannya tidur. Tapi ia masih malu melakukannya begitu saja.

“Eh.. mbah.. apa-apaan inih.. ,” Irma pura-pura terbangun dan terperanjat, ia berusaha mendorong tubuh mbah Bromo.

Mbah Bromo sempat tersentak karena Irma terbangun dari tidurnya, ia pun mencabut penisnya dan menjauh dari Irma.

Sebenarnya mbah Bromo ingin langsung minta ampun dan mengaku khilaf, tapi seketika pikirannya dikalahkan oleh nafsu birahi yang sudah memuncak.

“Diam kamu…, jangan melawan. Ingat suamimu sedang ndak ada, aku bisa berlaku kasar nanti..,” mbah Bromo membentak garang sambil melotot. Mbah Bromo berdiri di sisi ranjang sambil bertolak pinggang memandang Irma.

“Ampun mbah.. jangan melukai saya mbah..,” Irma merunduk. Kali ini perasaan Irma tak karuan, ada rasa takut dengan kemarahan mbah Bromo, tetapi ada rasa yang mendesak ingin disetubuhi secara kasar oleh penis besar si mbah.

“Baiklah.. aku tak akan melukai wanita secantik kamu Irma. Tapi, kamu harus melayaniku sampai puas dan berjanji tidak akan membocorkan peristiwa ini ke suamimu. Apalagi kalau lapor polisi.. kamu dengar itu?,” bentak mbah Bromo garang. Hatinya senang karena sudah berhasil menguasai keadaan.

Sebelum Irma berkata apa-apa, mbah Bromo langsung menerkam tubuhnya. Bibir Irma yang ranum dilumatnya, sementara tangannya meremasi susu Irma.

Irma pura-pura memberontak kecil tapi sesungguhnya menjadi sangat gairah saat lidah-lidah mbah Bromo menyusup masuk memainkan lidahnya, sementara tangan mbah Bromo meremasi susunya.

“Engghhh…jangan mbah..,” rintih Irma berpura-pura seolah tak ingin diperkosa. Mbah Bromo terus mencumbui Irma, kepalanya lalu turun ke vagina Irma dan kembali menjilatinya, menghisap klitorisnya, dan menyusup-susupkan lidah ke liang vaginanya. Itu berlangsung terus menerus dan membuat Irma nyaris mencapai orgasmenya.

“Akhh.. hmmm…mbah.. ampunhhh.. sudah mbah…akhsss,” Irma menggelinjang tak karuan menjepit kepala mbah Bromo dengan dua pahanya.

Mbah Bromo mengerti Irma sudah hampir klimaks, karena kedutan kecil mulai terasa di vaginanya. Ia menghentikan jilatannya dan menindih tubuh Irma sambil menempatan ujung penisnya di bibir vagina Irma.

“Ouh..,” Irma menjerit kecewa karena orgasme yang gagal diraihnya. Tapi ia malu untuk menyambut ujung penis mbah Bromo yang sudah menempel di bibir vaginanya.

“Kenapa Irma? Sudah ndak tahan ya..,” mabah Bromo menggoda.

“Ampun mbah..,”

“Jawab dulu.. kamu ndak tahan kan? Mau yang ini..,” mbah Bromo memasukan ujung penisnya ke vagina Irma membuat Irma kembali merintih dan mendesah.

“Ennghhhss..,” desis Irma merasakan penis mbah Bromo di vaginanya.

“Ayo sekarang kamu goyang pinggulmu biar kontolku masuk ke pepekmu.. ayo cepat lakukan,” kata mbah Bromo.

“Ampunhh mbah… ouh.. ahhkkss,” bibir Irma minta ampun, tetapi bibir vaginanya justru memberi akses pada penis mbah Bromo lebih jauh. Irma mengangkat pinggulnya untuk lebih merasakan penis mbah Bromo masuk, tetapi mbah Bromo diam pematung. Hal ini membuat gairah Irma semakin terpacu, ia bergoyang semakin liar seakan meminta kenikmatan yang lebih nyata dari penis mbah Bromo.

Mbah Bromo mulai tak bisa mengontrol birahinya, meskipun ia masih ingin mempermainkan libido Irma. Jepitan vagina Irma diujung penisnya dan goyangan pinggul Irma naik turun membuat mbah Bromo ingin segera menggenjot Irma.

“Ouhhkk.. hmmm akkkss mbahhh,” Irma melenguh keras saat merasakan secara tiba-tiba mbah Bromo menekan penisnya memasuki vaginanya secara utuh. Ia menggoyang pinggulnya semakin kencang menyambut penis itu, vaginanya terasa sesak dan nikmat.

Mbah Bromo kembali diam mematung meski penisnya sudah masuk utuh ke vagina Irma, sementara desisan birahi Irma semakin menjadi mengiringi goyang pinggulnya.

“Ohhgg.. sekarang gimana Irma.. enak apa ndak?,” mbah Bromo juga merasakan kenikmatan digoyang Irma.

“Hmm.. ampunhhh mbahh..,” Irma tak peduli lagi meskipun mbah Bromo diam tak bergerak, ia tetap menggoyang pinggulnya mencari rasa nikmat.

“Ayo jawab. Enak apa ndak? Kalo ndak enak aku cabut kontolku,”

“Janganhhh mbahh…akhss.. nikmat mbahh..,” Irma tetap meliuk-liuk menahan birahi.

“Mau diterusin apa dicabut nih?,” kata mbah Bromo merasa diatas angin.

“Oughh.. terusin mbah..,”

“Terusin apanya hah??,”

“Entotin mbahh… terusinhh entothinnn.. ahhhsss entot mbah..,” Irma meliuk-liuk kencang menunggu penis mbah Bromo menguak vaginanya.

Mendengar jawaban menyerah dari Irma, mbah Bromo lalu mulai menggenjotkan peninsnya keluar masuk di vagina Irma. Secara liar bibirnya menghisap bibir Irma, leher dan susu Irma juga, sementara penisnya dipacu mulai keras menghajar Irma.

“Ahh Irmaa.. nikmat pepekmu.. ahhh,”

“Ungghhh.. iya mbahh.. akhsss terus entotinnnhhh.. kontol mbahh…,” Irma semakin tak terkendali. Hilang sudah harga dirinya menjaga imej sebagai istri pengusaha ternama. Yang ada kini hasrat meraih kepuasan dari penis besar mbah Bromo.

Irma merasakan penis itu intens keluar masuk memenuhi vaginanya, lama kelamaan kedutan-kedutan mulai terasa di vaginanya dan hawa panas mengumpul di sekitar pangkal pahanya, pertanda ia segera mencapai klimaksnya.

Mbah Bromo mengubah posisi, kaki Irma diangkat ke bahunya sementara ia bertumpu pada ke dua tangannya. Irma merasa kakinya seolah menggapai udara, dalam posisi begitu penis mbah Bromo terasa menyentuh hingga ke dinding rahimnya.

Mbah Bromo terus menggenjot Irma semakin kencang dan cepat, kenikmatan vagina Irma membuatnya merasa melayang. Seumur hidupnya baru kali ini menyetubuhi wanita cantik dan kaya, menambah sensasi yang ia rasakan.

Penis panjang mbah Bromo yang memenuhi vagina Irma membuat kontraksi di dinding vagina Irma tertahan, menyebabkan cairan kenikmatan Irma mengumpul tak tersalur.

Irma sudah merasakan kenikmatan yang luar biasa kedutan semakin terasa, namun tak tuntas-tuntas. Kenikmatan terasa mengumpul makin tinggi dihentak penis mbah Bromo.

“Enghhh.. aaahhhkksss mbaahh… oughhh…,” Irma sudah tak kuat menahan kenikmatan itu, tekanan nikmat serasa ingin kencing melandanya, sementara mbah Bromo terus memacu vaginanya.

Mbah Bromo menghujamkan penisnya keluar masuk semakin keras dengan seluruh tenaganya, ia merasakan sudah hampir tiba pada klimaksnya. Tak lama kemudian secara tiba-tiba mencabut penisnya dari vagina Irma. Kaki Irma ditahannya dengan kedua tangan, sambil ia berlutut di hadapan Irma. Nafas keduanya semakin memburu, desahan dan desisan kenikmatan silih berganti.

“Aaahhkkksss… auhh…. Ouhhhh….,” Irma menjerit kenikmatan. Saat mbah Bromo mencabut penisnya, saluran cairan kenikmatan Irma bobol. Vaginanya menyemburkan cairan kenikmatan itu sampai menyemprot ke perut dan penis mbah Bromo yang berlutut dihadapannya.


Cairan Irma menyembur beberapa kali, kedutan klimaks dirasakan Irma sangat lama bersamaan dengan kejang yang melanda seluruh tubuhnya.

Mbah Bromo puas bukan main melihat Irma merasakan sensasi kenikmatan yang pasti belum pernah ia rasakan dari suaminya.

Mbah Bromo kembali menghujamkan penisnya ke vagina Irma, menggoyangnya lagi beberapa kali sampai akhirnya ia mencapai klimaksnya juga.

“Ouhhhgg Aaahhrrggg,” mbah Bromo mencabut penisnya, dan menyeburkan spermanya tumpah di perut sampai susu Irma, tubuh mbah Bromo menegang sambil tangannya mengocok penisnya agar spremanya tuntas tertumpah.

Mbah Bromo luruh di samping tubuh Irma yang tergolek lemas, nafas keduanya berangsur pelan dan kembali normal.

Irma diam tak bersuara. Ia tiba-tiba merasakan malu luar biasa setelah tergolek tak berdaya menikmati sisa-sisa kenikmatan seksual bersama mbah Bromo, paranormal yang dipekerjakan suaminya.(bersambung)

baru2

novi adik iparku
Aku masih ingat pada waktu itu tanggal 2 Maret 1998, aku mengantarkan adik iparku mengikuti test di sebuah perusahaan di Surabaya . Pada saat adik iparku sebut saja Novi memasuki ruangan test di perusahaan tersebut, aku dengan setia menunggu di ruang lobi perusahaan tersebut. Satu setengah jam sudah aku menunggu selesainya Novi mengerjakan test tersebut hingga jam menunjukkan pukul 11 siang, Novi mulai keluar dari ruangan dan menuju lobi. Aku tanya apakah Novi bisa menjawab semua pertanyaan, dia menjawab, “Bisa Mas…”
“Kalau begitu mari kita pulang” pintaku. “E… sebelum pulang kita makan dulu, kamu kan lapar Novi.” Kemudian Novi menggangguk. Setelah beberapa saat Novi merasa badannya agak lemas, dia bilang, “Mas mungkin aku masuk angin nich, habis aku kecapekan belajar sih tadi malam.” Aku bingung harus berbuat apa, lantas aku tanya biasanya diapakan atau minum obat apa, lantas dia bilang, “Biasanya dikerokin Mas…” “Wah… gimana yach…” kataku. “Oke kalau begitu sekarang kita cari losmen yach untuk ngerokin kamu…” Novi hanya mengangguk saja.
Lantas aku dan Novi mencari losmen sambil membeli minyak kayu putih untuk kerokan. Kebetulan ada losmen sederhana, itulah yang kupilih. Setelah pesan kamar, aku dan Novi masuk ke kamar 11 di ruang atas. “Terus gimana cara Mas untuk ngerokin kamu Nov”, tanyaku. Tanpa malu-malu dia lantas tiduran di kasur, sebab si Novi sudah menganggapku seperti kakak kandungnya. Aku pun segera menghampirinya. “Sini dong, Mas kerokin…” Dan astaga si Novi buka bajunya, yang kelihatan BH-nya saja, jelas kelihatan putih dan payudaranya padat berisi. Lantas si Novi tengkurap dan aku mulai untuk menggosokkan minyak kayu puih ke punggungnya dan mulai mengeroki punggungnya.
Hanya beberapa kerokan saja… Novi bilang, “Entar Mas… BH-ku aku lepas sekalian yach… entar mengganggu Mas ngerokin aku.” Dan aku terbelalak.. . betapa besar payudaranya dan putingnya masih memerah, sebab dia kan masih perawan. Tanpa malu-malu aku lanjutkan untuk mengeroki punggungnya. Setelah selesai semua aku bilang, “Sudah Nov… sudah selesai.” Tanpa kusadari Novi membalikkan badannya dengan telentang. “Sekarang bagian dadaku Mas tolong dikerik sekalian.” Aku senang bukan main. Jelas buah dadanya yang ranum padat itu tersentuh tanganku. Aku berkali-kali berkata, “Maaf dik yach… aku nggak sengaja kok…” “Nggak apa-apa Mas… teruskan saja.”
Hampir selesai kerokan dadanya, aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku pegang payudaranya, aku elus-elus. Si Novi hanya diam dan memejamkan matanya… lantas aku ciumi buah dadanya dan kumainkan pentilnya. Novi mendesis, “Mas… Mas… ahh…, ah ah ahh…” Terus aku kulum putingnya, tanganku pun nggak mau ketinggalan bergerilnya di vaginanya. Pertama dia mengibaskan tanganku dia bilang, “Jangan Mas… jangan Mas…” Tapi aku nggak peduli… terus saja aku masukkan tanganku ke CD-nya, ternyata vaginanya sudah basah sekali. Lantas tanpa diperintah oleh Novi aku buka rok dan CD-nya, dia hanya memejamkan matanya dan berkata pelan, “Yach Mas…” Kini Novi sudah telanjang bulat tak pakai apa-apa lagi, wah… putih mulus, bulunya masih jarang maklum dia baru umur 20 tahun tamat SMA. Lantas aku mulai menciumi vaginanya yang basah dan menjilati vaginanya sampai aku mainkan kelentitnya, dia mengerang keenakan, “Mas… ahh… uaa… uaa… Mas…”
Dan mendesis-desis kegirangan, tangan Novi sudah gatal ingin pegang penisku saja. Lantas aku berdiri, kubuka baju dan celanaku kemudian langsung saja Novi memegang penisku dan mengocok penisku. Aku suruh dia untuk mengulum, dia nggak mau, “Nggak Mas jijik… tuh, nggak ah… Novi nggak mau.” Lantas kupegang dan kuarahkan penisku ke mulutnya. “Jilatin saja coba…” pintaku. Lantas Novi menjilati penisku, lama-kelamaan dia mau untuk mengulum penisku, tapi pas pertama dia kulum penisku, dia mau muntah “Huk.. huk… aku mau muntah Mas, habis penisnya besar dan panjang… nggak muat tuh mulutku.” katanya. “Isep lagi saja Nov…” Lantas dia mulai mengulum lagi dan aku menggerayangi vaginanya yang basah. Lantas aku rentangkan badan Novi.
Rasanya penisku sudah nggak tahan ingin merenggut keperawanan Novi. “Novi… Mas masukkan yah.. penis Mas ke vaginamu”, kataku. Novi bilang, “Jangan Mas… aku kan masih perawan.” katanya. Aku turuti saja kemauannya, aku tidurin dia dan kugesek-gesekkan penisku ke vaginanya. Dia merasakan ada benda tumpul menempel di vaginanya, “Mas… Mas… jangan…” Aku nggak peduli, terus kugesekkan penisku ke vaginanya, lama-kelamaan aku mencoba untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Slep… Novi menjerit, “Ahk… Mas… jangan…”
Aku tetap saja meneruskan makin kusodok dan slep… bles… Novi menggeliat-geliat dan meringis menahan sakitnya, “Mas… Mas… sakit tuh… Mas… jangan…” Lalu Novi menangis, “Mas… jangan dong…” Aku sudah nggak mempedulikan lagi, sudah telanjur masuk penisku itu.
Lantas aku mulai menggerakkan penisku maju mundur. “Ah… Mas… ah.. Mas…” Rupanya Novi sudah merasakan nikmat dan meringis-ringis kesenangan. “Mas…” Aku terus dengan cepatnya menggenjot penisku maju mundur. “Mas.. Mas…” Dan aku merasakan vagina Novi mengeluarkan cairan. Rupanya dia sudah klimaks, tapi aku belum. Aku mempercepat genjotanku. “Terus Mas… terus Mas… lebih cepat lagi…” pinta Novi. Tak lama aku merasakan penisku hampir mengeluarkan mani, aku cabut penisku (takut hamil sih) dan aku suruh untuk Novi mengisapnya. Novi mengulum lagi dan terus mengulum ke atas ke bawah. “Hem… hem… nikmat… Mas…” Aku bilang, “Terus Nov… aku mau keluar nich…” Novi mempercepat kulumnya dan… cret… cret… maniku muncrat ke mulut Novi . Novi segera mencabut penisku dari mulutnya dan maniku menyemprot ke pipi dan rambutnya. “Ah… ah… Novi… maafkan Mas… yach… aku khilaf Nov… maaf… yach!” “Nggak apa-apa Mas… semuanya sudah telanjur kok Mas…” Lantas Novi bersandar di pangkuanku. Kuciumi lagi Novi dengan penuh kesayangan hingga akhirnya aku dan Novi pulang dan setelah itu aku pun masih menanam cinta diam-diam dengan Novi kalau istriku pas tidak ada di rumah.
July 2, 2008 Posted by premium Cerita Seru, Cerita Sex Sedarah, Daun Muda, incest, kakak adik, sedarah, sex keluarga 3 Comments
Rahasia aku dengan Mamiku
“Jach.., bangun..! Udah makan belon..? Udah jam berapa ini..? Jach.. Jach.. Jach..!” kedengaran suara mami mulai mendekati kamar saya dan langsung masuk ke kamar saya yang biasanyatidak pernah terkunci. “Jach..!” mami duduk di tepian tempat tidur dan langsung mengelus kepala saya, “Yo.. ayo.. bangun Nak Sayang, udah jam 9, kamu mandi gih baru makan..!” “Ah.. malas Mam, mau tiduran dulu. Entar aja satu jam lagi ya..!” “Udah Mami tungguin.., entar kamu bohong lantas tidur satu harian.” Kemudian saya sedikit menggeser posisi tidur saya supaya mami bisa ikut tiduran. Sambil tiduran mami mencari-cari majalah yang mau dibacanya. Saya kelupaan kalau disitu ada Novel yang ceritanya agak hot, dapat dibilang hanya sekitar seks saja ceritanya. Ya.., terlanjur sudah keambil oleh mami. Saya biarkan saja dia membacanya, dan entah kenapa ada perasaan yang lain setelah mami masuk ke dalam kamar saya, seakan-akan gairah seks saya mulai menjalar menyelimuti tubuh. Bagaimana ini, repot jadinya, karena kebiasaan saya tidur hanya menggunakan piyama untuk tidur dan memakai selimut. AC di ruangan kamar saya mengigilkan badan, dan inilah penyakit saya, kalau situasi dalam keadaan dingin nafsu langsung naik dan meledak-ledak. Posisi tidur saya waktu itu persis di samping mami dan bersenggolan dengan pahanya. Saya perhatikan mami makin serius membaca novel dan maklum tidak pernah membaca buku yang begituan. Dengan sedikit menggoda saya bertanya, “Bapa kemana Mam..?” “Kamu macam tak tau aja, kan udah berangkat ke Kisaran, biasa ngantar Ikan. Paling-paling besok udah pulang.” “Awas Mam, nanti tidak ada pelampiasannya, Papa kan tidak ada di rumah.” “Enggak, Mama cuman pengen tau aja apa isinya, kok orang-orang pada senang membacanya.” jelasnya. Sedikit posisi saya agak memeluk mami, maklum hal ini sering saya lakukan karena saya anak Mami dan dimanja, jadi hal ini tidak janggal lagi bagi saya dan mami. Terus entah kenapa, penis saya tepat menempel di samping kemaluannya, dimana mami saya posisinya agak miring menghadap saya. Dengan cuek saya ikutan membaca novel yang dibacanya. Posisi mami membaca telentang, dan agak miring menghadap saya. Dengan sedikit menggoyang-goyangkan paha, terjadilah pergesekan antara paha saya dengan paha mami, dan hal ini tidak pernah kami lakukan. Sesuatu yang janggal saya rasakan, dimana kalau saya bermanja-manja selalu dalam keadaan memakai celana pendek, tapi dalam keadaan saya sekarang hanya menggunakan piyama tanpa memakai apa-apa, dan perasaan ini tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Mungkin ada setan yang melanda diri saya, batang kemaluan saya pun mulai membesar, dan mungkin mami merasakan itu, tapi dia tidak menghiraukannya, masih taraf wajar pikirnya. Sekilas saya melihat ke paha mami, dasternya tersikap, dan tetap mami tidak menghiraukannya. Dia masih menganggap saya anak kecil yang seperti dulu. Tidak sadarkah dia bahwa saya sudah 16 tahun, dan saya sedang mengalami masa pubertas pertama. Sekarang keadaan semakin tidak karuan, dan timbul dalam pikiran saya untuk melanjutkan lebih jauh lagi dengan sedikit menggeser dasternya memakai paha saya. Dan alangkah terkejutnya saya bahwa mami tidak mengenakan celana dalam. Terlihat gundul di bagian bukit kemaluannya. Ternyata mami sangat rajin mencukur bulu kemaluannya, maklum dia sangat pembersih. Dengan pura-pura tidak tahu, saya menggeser lagi piyama yang saya pakai. Tersingkap dan terbebaslah penis saya. Dengan sedikit berpura-pura lagi, saya mengambil bantal yang ada di seberang mami, dan secara otomatis batang kemaluan saya menempel persis di samping vaginanya. Setelah saya mengambil bantal saya tidak kembali lagi dengan posisi pertama, dan pura-pura bertanya. “Serius kali Ma bacanya..!” “Iya.., ini ceritanya lagi seru dan menarik.” katanya seakan tidak ada larangan darinya ketika saya sudah mulai jauh bertindak. Dengan sedikit gerakan, saya menggesek-gesekkan penis saya. Meskipun batang kemaluan saya sudah langsung menempel persis di pinggir vaginanya, mami tidak merasakannya atau berpura-pura. Itulah yang berkecamuk dalam pikiran saya. “Ah, bodoh amat..!” pikir saya waktu itu. Dengan telaten saya terus menggesekkan, dan ternyata mami tahu kalau saya agak susah atau memang mami mau memiringkan badannya. Dengan posisi tadi mungkin mami pegal, kemudian mami meletakkan novel di bantal, dan otomatis dia semakin miring posisinya. Mami tidak berkata apa-apa sewaktu dia memiring sedikit lagi yang bertepatan dengan penis saya yang sudah tegang dari tadi seperti sebuah batang kayu.
Sepertinya mami maunya tidak disengaja, atau mami juga menikmatinya. Sekarang tepatlah sudah batang kemaluan saya di belahan vaginanya dengan posisi saya masih memeluk bantal yang membatasi saya dengan buah dadanya. Saya sangsi kalau mami tidak mengetahui apa yang telah terjadi, tetapi tidak ada tanda-tanda mami melarang perbuatan saya. Sedikit demi sedikit saya menggesek-gesek terus batang kemaluan saya, dan terkuaklah bibir vaginanya. Terasa agak berlendir dan licin vaginanya, dan saya yakin mami pasti menikmati, tapi anehnya mami masih tetap serius membaca novel. Tidak saya hiraukan mami lagi sedang apa. Kemudian dengan sabar saya menggesek-gesekkannya lagi, dan terasa kepala penis saya mulai menerobos bibir vaginanya. Itu semua saya lakukan tanpa berbicara, dan seperti terjadi begitu saja, mungkin mami malu melakukan secara blak-blakan. Dengan sedikit usaha saya memajukan pantat dan semakin nikmat rasanya, tapi kok agak susah ya masuknya, dimana ukuran kemaluan saya 18 cm panjangnya dengan diameter 3 cm. Tapi dengan dibantu cairan yang mulai keluar dari vagina mami menolong batang kemaluan saya masuk ke dalam dengan sedikit agak menggeser bantal yang saya peluk. Setelah agak tersentak pantat saya, “Bless..!” masuk semua batang kemaluan saya dan mendiamkan sebentar untuk melihat reaksi mami. Eh ternyata mami masih tetap membaca novel yang ada di tangannya. Dengan sedikit menarik pantat, anda dapat bayangkan posisi saya dengan gaya miring semakin membuat kami erat terhubung. Tetapi saya belum berani memeluk mami, terpaksa bantal lah yang menjadi pegangan saya. Terasa batang kemaluan saya dipijat-pijat, nikmatnya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Semakin lama penis saya semakin mudah saya maju-mundurkan. Badan mami tertahan dengan papan tempat tidur, jadi kami tetap dengan posisi semula. Terasa sudah lama saya menggesek-gesek dan memaju- mundurkan batang kemaluan saya di dalam vagina yang dulunya adalah tempat saya lahir. Sudah 10 menit saya melakukannya, semakin licin vaginanya. Tercium bau vagina yang menggairahkan, dan mulai terasa ngilu di kepala penis saya, seperti mau meledak. Setelah sekali goyangan terakhir dan memasukkan dalam-dalam, badanku terasa seperti kesetrum listrik yang bertegangan tinggi. “Coot.. crott.. croott..!” Saya peluk bantal kuat-kuat dan tetap membenamkan batang kemaluan saya di dalam vaginanya, dan saya melihat wajah mami agak berkerut menahan nikmatnya. Terasa batang kemaluan saya seakan-akan dipijat dengan kuat, dan terasa ada yang menyiram dari dalam vaginanya. Anehnya batang kemaluan saya tidak langsung lemas, tetapi tetap tegang. Dengan sedikit waktu untuk istirahat, saya mendiamkan batang kemaluan saya di dalam vagina mami selama 5 menit. Setelah rasa ngilunya hilang, baru penis saya mengecil dan saya cabut dari vaginanya. Saya melihat ke arah vaginanya, terlihat keluar sedikit air mani saya dan meleleh di bibir vaginanya. Akhirnya mami bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar sambil berkata, “Jach udah tidur-tidurannya, udah jam 10 ini.., tadi janjimu kamu mau bangun jam 10, cepatan mandi dan Mama mau mandi juga, mau nyiapin makanmu..!” “Bret..!” pintu kamar tertutup setelah itu. Saya juga bangkit dari tempat tidur dan langsung mandi. Selasai mandi saya memakai celana pendek dan langsung menuju meja makan. Saya mendapati mami sudah duduk menunggu saya untuk makan. Sewaktu makan seakan-akan tidak terjadi apa-apa diantara kami. Setelah kejadian pagi itu terjadi, tidak ada perubahan antara hubungan saya dengan mami. Seperti biasanya, ayah saya telah kembali malam hari, tepatnya pukul 11 malam dan langsung tidur. Memang hal ini sudah merupakan kebiasaannya, tidak pernah punya waktu untuk keluarga, padahal situasi seperti inilah yang saya inginkan, dimana dapat berbincang- bincang dengan ayah atau semua keluarga. Memang dalam berbisnis ayah saya terbilang oran nomor satu di lingkungan saya. Pagi itu cuacanya sedikit agak cerah dan matahari masuk ke dalam kamar saya karena kamar saya posisinya paling depan, sedangkan kamar mami berada di tengah rumah, dan memiliki kamar membelakangi terbitnya matahari. Terasa silau dengan sinar matahari membuat saya terbangun. Saya pun keluar dari kamar masih dengan menggunakan piyama biasa, tidak mengenakan apa-apa di baliknya. Terus saya lihat seisi rumah, ternyata masih sepi. Saya lihat jam sudah menunjukkan jam 8 siang. Kebetulan bulan ini adalah hari lmamir panjang untuk naik kelas, pada waktu itu saya mau naik ke kelas 3 SMU. Maksud hati sih masih mau tidur, tapi di kamar saya silau dengan sinar matahari. Gimana ya, mami belum kelihatan, berarti belum bangun.
Terus saya berusaha melangkah ke dapur, ternyata juga belum saya jumpai, berarti benar mami masih tidur di dalam kamarnya. Saya mengarah ke kamar utama, ke kamar ayah dan mami yang lumayan besar. Saya langsung saja mencoba membuka pintu dengan menekan gagang pintu, eh pintunya tidak terkunci. Pelan-pelan saya buka pintu. Benar, terlihat mami masih tertidur pulas, dan saya langsung masuk. Saya menutup pintu kamar, takut nanti kelihatan pembantu, kan bisa berabe. Kemudian saya mendekati tempat tidur mami, sekilas saya melihat sekeliling kamar tertata rapi, mami memang terkenal suka bersih-bersih. Dengan sedikit lembut saya menghempaskan pantat saya ke tepian tempat tidur, dan sebentar saya perhatikan mami yang sedang tidur nyenyak. Dengan sedikit agak manja saya mencoba membangunkannya. “Mami.. Mami.., bangun dong..! Udah jam 8 pagi nih..!” “Ah.., entar aja Jach.., Mami lagi ngantuk nih..!” Mendengar jawabannya, saya jadi ikut tiduran di tempat tidurnya. Dengan sedikit iseng saya mulai kenekatan saya. Pelan-pelan tetapi pasti, saya sikapkan daster mami dengan tangan. Oh.. oh.., dia tidak memakai CD lagi, terlihat bersih vagina mami. Batang kemaluan saya berdiri tegak dan langsung menyembul dari dalam piyama. Lima menit saya memandangi kemaluan mami sambil mengelus-elus penis yang sudah mulai tinggi tegangannya. Kemudian saya mulai memeluk mami dengan posisi mami miring membelakangi saya. Sewaktu saya memeluk tubuhnya, dengan sedikit tenaga saya menarik tubuh mami, dan ternyata mami tidak melawan dan mengikuti kemauan saya. Sekarang mami menghadap saya sama seperti kemarin, hanya kemarin mami dalam keadaan terbangun, membaca novel dan saya tidak memeluk tubuhnya, tetapi sekarang saya memeluk tubuhnya. Posisi dasternya agak tersikap lebih ke atas. Saya mencoba mencari pengaitnya tapi tidak ketemu juga, ya sudah tidak usah terbuka semuanya, nanti takut mami marah pikir saya. Dengan posisi memeluk tubuhnya yang susu kenyalnya mengenai dadaku, saya tidak berani membuka dasternya, apalagi takut kedinginan gara-gara AC di kamar mami. Sekarang nafsu saya sudah tidak tertahankan lagi, langsung saya arahkan batang kemaluan saya ke bibir vaginanya, dan ternyata liangnya masih kering dan sedikit agak susah masuknya. Terpaksa saya hanya menggesek-gesek saja bibir kemaluannya. Terlihat oleh saya vaginanya mulai mengembang dan mengeluarkan cairan, langsung saja saya memasukkan penis saya. Sewaktu saya mendorong, terpleset. Setelah dengan susah payah menggesek-gesek, terlihat bibir vaginanya mulai mengeluarkan cairan sebagai pelumas. Mulai terasa seakan-akan batang kemaluan saya mau ditelan habis oleh vaginanya, dimana bibir vagina mami mulai kembang kempis. “Ah.. ahk..!” geli sekali rasanya. Ingin rasanya saya memasukkan cepat-cepat, tapi takut terpeleset lagi nanti. Memang agak kesulitan saya memasukkan penis saya. Disaat saya mulai berusaha memasukkan lebih dalam lagi, mami juga rupanya menikmati. Dengan pura-pura tidur dia sedikit merenggangkan pahanya dan memudahkan penis saya masuk lebih dalam lagi. Dengan sekali dorong, “Bless..!” masuk seluruhnya ke dalam liang senggamanya. Saya diamkan agak lama dengan maksud mau melihat bagaimana reaksi mami. Saya sengaja tidak mau menggoyangkan pantat saya, dan ternyata terasa tanggung bagi mami. Kemudian dengan sedikit gerakan, mami memaju-mundurkan pantatnya. Melihat reaksinya, saya juga langsung memulai bergoyang dengan sedikit kelembutan. Secara tidak langsung saya memeluk mami, dan mami masih tetap menjaga sikap dengan tidak mau blak-blakan melakukannya. Tidak perduli saya dorong badannya dengan posisi saya menindihnya, sedang batang kemaluan saya mulai terasa mengalami tegangan tinggi. Dengan posisi saya di atas mami yang dengan sikap merenggangkan kakinya lebar-lebar semakin cepat saya memompa, dan sekali-kali mami mengikuti irama dengan mengangkat pantatnya. Ada sekitar 20 menit saya melakukannya dan mulai terasa geli di ujung penis saya, dan “Cret.. cret.. cret..!” saya tumpahkan semuanya ke dalam kandungan mami dimana saya juga pernah dikandungnya. Saya diamkan selama kurang lebih 5 menit. Karena takut mami merasa berat dengan badan saya, saya tetap memeluknya dengan posisi miring sekarang, dan batang keamluan saya masih tetap menancap di dalam vaginanya. Setelap 10 menit terasa penis saya masih tegang. Kembali dengan sikap yang sama kulakukan lagi sampai 3 kali hari itu. Setelah selesai saya tertidur, dan sewaktu saya bangun mami tidak ada lagi. Ketika saya cari-cari, dia sedang masak di dapur dan menegur saya. “Udah mandi belon Jach..? Mandi gih..!” katany seakan-akan tidak ada yang terjadi. Memang mami sangat menikmatinya, begitulah kami melakukan hampir setiap hari dengan tetap mami menjaga sikap tidak mau melakukan secara terbuka
July 2, 2008 Posted by premium Cerita Seru, Cerita Sex Sedarah, Daun Muda, incest, sedarah, sex keluarga 13 Comments
Menaklukkan kakak ipar
Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Uni Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius. Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Uni jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman SafariTiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Uni jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua. Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Uni karena orangnya pendiam. Akupun menduga Uni pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Uni menyetujui usul istriku.Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Uni yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok. Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Uni Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Uni. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda.
Kuatur jebakan untuk memancing Uni. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Uni dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Uni memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit. Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Uni. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.
Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Uni melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan juniorku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini. Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Uni. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Uni pasti melihat tubuhku yang polos dengan junior yang tegak berdiri.Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut. Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang. “E..eee…maaf Uni, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Uni terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.
Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Uni dan sekali lagi memohon maaf.
“Maaf ya Uni, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.Tiba-tiba seperti tersadar Uni bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Uni. “Ada apa Andy,” ujar Uni setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Uni, maafkan Andy ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.“Nggap apa-apa, cuma Uni malu hati, sungguh Uni malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Uni kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.
“Sejujurnya Uni tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Uni malu, tanpa sadar Uni terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Uni sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Uni seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Uni dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Uni sudah berdiri didepanku. Lama kupeluk erat, Uni diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Uni sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Ucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Uni menggeliat.Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Uni menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Uni diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Uni masih diam.Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Uni yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.Kukangkangkan kakinya, uni masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir vagina dan klitorisnya Uni tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”“Kenapa Uni….Sakit?,” tanyaku. Uni hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat vagina itu kulanjutkan. Uni menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Andyyyyyyy… ayo Andy….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Andy tuntaskan….Uni udah nggak tahan,” katanya.
Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan juniorku kelobah surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Uni semakin menggelinjang.Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Uni meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya. Tiba-tiba aku didikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Uni cantik, Andy keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan Junior ku yang sempat terlepas dari vaginanya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Uni agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Uni menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari vagina Uni dan kugencet batang juniorku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali juniorku meludah. Sekujur tubuh Uni yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Uni bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.“Andy…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Uni rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku.Dengan persetujuan Uni, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Uni nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Uni. Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam vaginanya.“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Suamiku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Uni. Sampai Uda meninggal, Uni tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini. Sebetulnya Uni masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Uni sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Uni sebelum kami sama-sama tertidur pulas
July 2, 2008 Posted by premium Cerita Seru, Cerita Sex Sedarah, Daun Muda, incest, sedarah, sex keluarga , , 3 Comments
EKSEBISHI BERSAMA IPAR TERSAYANG
Salah satu pengalaman Daku yang terbilang spesifik adalah bersama adik iparku yang Jablai semampai, sensual dansedikit agresif…. serta cukup vulgar bila berpakaian di rumah.
Awalnya seeh Daku ekstra Muna dan rada Jaim dengan Adik Iparku yang kerap Caper ke Daku.Kelembutannya yang utama bukanlah dati tutur kata dan busananya tetapi justeru dari kulitnya yang bersih, putihHarum Mewangi….. yah pegimana ngak wangi kalo setiap hari mandi pake sabun, keramas dengan sampo … lanjutpake parfum…
Sejak menikah, selama beberapa tahun Daku tinggal di Mertua Indah dengan seorang Adik ipar wanitayang masih lajang serta seorang Kakak Ipar Wanita yang bercerai dan beberapa keponakan cewe menjelang ABG.Ditengah kerumunan wanita-wanita itulah Daku berada.
Karena kebiasaanku yag pulang kantor pada malam hari, maka biasanya Daku pulang kerumah pada situasiyag sudah cukup sepi…… jadi karena kondisi maka Daku pun kerap bercinta dengan isteri pada tengah malam.kadang kita bercinta didalam kamar tidur, kadang bercinta di ruang utama rumah karena memang sudah sepi.
Suatu kali sehabis Daku puas bergumul cumbu dengan isteriku saling meremas-remas dan menjilati penuh nafsuseluruh bagian tubuh yang sensitif….. tanpa sengaja Daku tiba-tiba nelihat pintu kamar tidur adik iparku ternyataterkuak sedikit. Entah sudah berapa lama pintu itu terbuka.. walau sedikit … Daku sempat berfikir apakah adik iparkutadi sebetulnya bangun dan melihat Diriku bercumbu nafsu dengan kakaknya …. atau terlintas dalam benak-Kuapakah memang baru kali ini pintu itu terkuak sedikit… jangan-jangan…… ah… sudahlah Daku tak peduli…
Hubungan-Ku dengan Vivi, adik ipar-Ku itu memang cukup AIYSS (Aik Ipar Yang Saling Sayang) cenderunglebih manja ketimbang isteri-Ku sendiri… dia sugnguh gaul, pintar menyanyi dan banyak kawan, pacar pun punyamalah cenderung punya lebih banyak kawan lelaki daripada wanitanya … tapi entah mengapa dia tetap sajasering caper ke diri-Ku… yaah Daku sih happy azza… mungkin Daku betul-betul Zantan kali yaa.. ha..ha..ha…ha..bisa aja … yaah namanya juga karangan … hi…hi…hi….
Lanjut ah, ini bener kok pengalaman nyata …ngapain bo’ong ama orang lain entar Daku kalo pembohong kan kagak bakalan punya kawan banyak .. tul ngak ?
Beberapa hari kemudian… Ce’illah … seperti biasa Daku mengajak isteri bercinta di ruang tamu pada malam harisaat seisi rumah sudah tidur. Tapi kali ini sebelum bercumbu, terlebih dahulu Ku perhatikan pintu kamar tiduradik ipar-Ku … Ooohh…. ternyata tertutup rapat… berrati aman….. karena letak kamar tidur adik iparku berhadapandengan sofa ruang tamu maka walaupun terkuat hanya sedikit tentunya Vivi, sang adik iparku dapat mengintipdengan leluasa permainan cumbu nafsu diriku dengan isteri tersayang…..
Karena kita berdua sudah yakin semuanya yang ada di rumah telah tertidur pulas di kamarnya masing-masingmaka Daku berbegas mengatur posisi …. untuk memulai percumbuan dengan isteriku… dimana Daku lebih sukaduduk dibawah sofa sementara isteriku duduk di atas sofa. Permainan langsung di seputar wilayah Paha dan Vaginaadalah kegemaran utama-Ku. Menciumi-menjilat-jilat sambil mengigit-gigit lembut sepasang paha sekel istaeri-Kuadalah menu pembukaan cumbu nafsu diri-Ku yang paling sering Ku lakukan….. disaat menggelinjang antarageli-geli-nikmat… menahan sentuhan bibir dan lidah-Ku di sepasang pahanya, biasanya isteri-Ku tidak sabar untukmenanti hisapan Ku pada Vagina-nya.. tapi disitulah letak permainannya… Daku sering menahan diri untukberlama-lama di sekitar paha hingga mendekati Vagina… sesekali saja menjilati kelentit dan liang vagina Isteri-Kusekedar mengecek apakah Isteri-Ku sudah mulai mencapai orgasme melalui cairan genitalnya atau belum…
Bila ternyata vagina isteri-Ku sudah mulai basah… tanda-tanda orgasme .. maka Daku mulai lebih seringmenjilat-jilati dan menghisap kelentit dan daging vagina isteriku secara perlahan-lahan… dengan cara seperti iniDaku bisa berlama-lama menyenangkan Isteriku megngigil menahan nikmat.. terlebih saat cairan vaginanyayang mulai mengalir deras keluar Ku reguk hingga tak bersisi… eehhhmmm… memainkan lidah di ujung kelentitdan di didnding Vagina bisa membuat tubuh isteriku bergetar kuat …. semakin dia bergerak menjauh dari kepalaku..semakin kukejar dan kutempel permukaan vagina isteriku…. aahhh……. Aaauuww … di saat Isterku mulai bangkitberdiri karena tak tahan menerima hisapan Diriku pada Vaginanya… semakin Ku kencangkan cengkeraman lingkarantangan-Ku pada sepasang pantat Isteri-ku… sementara kepalaku kutempelkan erat-erat kehadapan vaginanya…..
Paa… Papa… udah… aaauuhhh… ooohhh.. Paa… ngak tahan ….. Jerit lirih terlontar dari isteri-Ku…. kalau sudahseperti ini…. apa boleh buat… dari pada membangun kan orang se isi rumah… yah kulepaslah dekapan Ku di Vaginanya…
Setelah Daku puas bercumbu nafsu dengan isteriku selama satu jam lebih … akhirnya aku beristirahat menonton teve …sementara isteri-Ku cepat berlalu masuk ke kamar…….. Namun, belum lama aku menonton teve ….kulihat pintu kamar Vivi, adik ipar-Ku itu yang tadinya tertutup rapat ternyata sudah terkuak kembali, sedikithanya terbuka beberapa cm. Ku perhatikan, kali ini kamar tidurnya gelap ….. tidak biasanya …..
Setelah menunggu beberapa saat, karena penasaran Daku menghampiri kamar tidur Vivi…. oouu memang terbuka,lalu dengan hati-hati, perlahan-lahan Ku buka pintu kamar tidur Vivi… ku intip dengan seksama …uugghh….samar-samar dalam keremangan kamar Kulihat Vivi tertidur dengan tertelungkup…. tapiii… Ammbbooiii…Vivi tidur tidak mengenakan bad cover… sementara daster mininya terserak menyembulkan sepasang paha danpantat yang padat…. saking penasaran ingin melihat apakah Vivi tertidur dengan sepasang pantat yang terbukamenantang … maka kuhampiri kasur dimana Vivi tertidur… Aaahh… baru dua-tiga langkah memasuki kamarnya …kaki kanan ku menyentuh sepotong kain… segera kuambil kain itu … ouwwah..aahh… ternyata celana dalam mungilmilik Vivi berwarna gelap yang berserak dilantai… saat kuambil dan kupegang… mmmhhhh…. CD Vivi basah…..tanpa sadar kucium CD Vivi …. uugghhhh… wangi khas cairan Vagina….
Kini Daku semakin curiga…. jangan-jangan Vivi memang mengintip percumbuan Daku dengan Isteri-Ku dari balikpintu kamarnya yang gelap….. ah.. aku pun betul-betul penasaran … segera kudekati Vivi dikasurnya… dia masihtertidur menelungkup dengan wajah menghadap pintu…. kearah diriku … tapi setelah kuperhatikan dengan telitisepasang pantatnya yang terbuka penuh memang tidak mengenakan celana dalam… alias polos…..
Antara penasaran sekaligus terangsang kemontokan paha dan pantat Vivi…. dengan spoantan kunyalakan lampumeja belajarnya…. emmhh… benar-benar mulus, kenyal, putih nian sepasang pada dan pantat Vivi… ooohhh…Daku berdecak kagum… sambil menelusuri lekuk liku daging Paha dan Pantat Vivi…… sambil terus memegangidan sesekali menciumi CD Vivi yang basah dengan cairan Vaginanya…..
Tiba-tiba saja terlintas dibenak-Ku untuk mengecek apakah Vivi betul-betul sudah tertidur pulas dari tadi … ataukahdia berpura-pura tidur karena tadi dia sebenarnya mengintip KU bercumbu….. maka CD dan sarung yang kukenakansengaja Ku lepaskan …. dalam jarak dekat didepan wajah Vivi ….hanya dengan mengenakan kaus singlet ditubuh sementara perutku ke bawah sudah polos Daku pun ber-Eksibisi….Sembari menelusuri pemandangan Indah sepasang Paha dan Pantat Vivi yang putih montok, Daku pun ber-Onanidalam jarak teramat dekat dihadapan wajah Vivi…. mmmhhh….. aaaahhhh… sengaja Daku bergumam lirih….menikmati Keindahan dan kenikmatan ber-Onani di Depan Vivi sambil tidak lepas memperhatikan lekuk-lekukdaging Paha dan Vagina Vivi…. oooohhhh… saaat Penis-Ku mulai menegang-kencang- dengan ujung yang …Mengkilau….. kulirik wajah Vivi… kuperhatikan Mata Vivi… ooohhhh…. ternyata bulu matanya yang lentik ..bergerak-gerak dan bergetar-getar lembut tanda dirinya tidak tidur dan sedang aktif melilhat Daku ber-Onani dihadapannya dengan Penis yang semakin panjang, besar, menonjolkan uliran urat yang kencang dengan dagingujung Penis yang berwarna pink mengkilat…..
Karena sudah terlanjur ….. juga karena sudah terlalu nikmat melakukan Onani jarak dekat di wajah Vivi….Daku pun semakin semangat memainkan tangan kanan-Ku mengocok-ngocok lembut batang Penis-Ku ….Mengetahui bahwa Adisk Iparku Tersayang juga terkesima mengintip Penis-Ku dari balik bulu matanya yang lentik..Daku benar-benar bergairah melakukan Onani….. Aahhhh…. oouuuwww…. Vivi… desah-Ku lembut.. tanpa sadar…Syeer…syeer…. kutahan… dan kukendalikan aliran sperma-Ku yang keluar dari ujung penis-Ku….Dengan menengadahkan telapak kanan kualirkan tetesan air mani-Ku ketangan… lalu cairan tersebutku oleskan ke batang Penisku sehingga seluruh Penisku hingga daging Ujungnya semakin mengkilat licin…..
Dengan olesan cairan sperma-Ku yang kental dan licin maka tangan kanan-Ku semakin lincah leluasa ber-Onani….mmmhhh….. Daku pun semakin hot ber-Onani mengeluar masukkan ujung-batang Penisku dalam genggaman tangan..sembari menggoyang-goyangkan pantatku layaknya bersenggama…. ooouuuuuu….kukperhatikan bulu mata Vivi semakin terbuka agak lebar… jelas sudah kalau Vivi sedang menikmati keindahanBatang Penis-Ku dan Goyangan-Goyangan Erotis-senggama-Ku …. oohh… ouw… kulihat gerak bibir senyum manisterpancar dari wajah Vivi karena dirinya tampak senang sekali memandangi buah zakar dan Ujung-Batang Penis-Ku….yang terus besar, tegang dan mengkilat….
Baru kusadari kemudian, tangan kiri Vivi ternyata bergerak-gerak perlahan dari balik tubuhnya yang mengarah padaVaginanya… ooouuu.. Vivi juga sedang bermasturbasi rupanya…. mengetahui hal itu.. Daku semakin bernafsumelakukan Onanai dengan Hot ku percepat gerakan Onani Penis-Ku keluar masuk Genggaman tangan … den ….
Creett…. crreett… creettt… syyeerr….. Air Mani-Ku keluar Deras dari Ujung Penis-Ku lalu kutumpajkan ketelapaktangan kiri-Ku…. tanpa bisa dicegah… Tubuh Vivi pun ikut yang tidur tertelungkup mengigal-bergetar cukup kuatsaat dirinya melihat dengan jelas pancaran Sperma-Ku yang mengalir muncrat ke telapak tangan …. aaahhhh Vivii…
Dengan seluruh Sperma yang ada kubasuh lagi batang Penis-Ku yang tetap tegang…. …crrek…creekk.. crreekk…suara onani terdengar dari gesekan tangankananku yang penuh air mani …. sementara itu kuperhatikanVivi sudah lebih aktif menggerak-gerakkan tangan kirinya ke tengah-tengah pangkal pahanya…seluruh badan Vivi kini sudah terlihat bergerak-gerak sebagai tanda dirinya sangat terangsang…. ooouuu…Nikmatnya..
Setelah puas ber-Onani sampai sperma-Ku habis-kering… secara demonstratif Daku mencium celana dalam Viviyang basah yang dari tadi kupegang terus….. dalam posisi tidurnya yang pura-pura itu … kulihat Vivi tersenyumlebih lebar dari sebelumnya tanda dirinya pun ikut senang menikmati eksibisi sensual yang membahagiakan….
EKSIBISIi VIVI ….
Tanpa kuduga …. baru sekitar 15 menit Daku beritirahat tidur-tiduran sambil memejamkan mata di sofa ruang tamu….dari kamar tidurnya Vivi keluar dengan mengenakan handuk saja yang dililitkan ditubuhkan…. kulirik dari balikmataku yang pura-pura terpejam…. Vivi menghampiri diriku di Sofa… daannnn… aaiiihhhh…. aku terkejut…..saat Vivi membuka handuknya lalu dihampar di meja dan dia duduk di tepi meja tepat dihadapan wajahku …..
Di ruang tamu yang terang benderang … tentunya Daku dapat melihat jelasseluruh Tubuh Vivi yang Aduhai Indahnya..sepasang daging Payudara Vivi tampak kenyal montokdengan puting susunya yang mencuat kencang kemerahan …..Pinggangnya yang ramping …… serta kulit pahanya yang putih, halus sintal….
Setelah duduk begitu dekat didepan wajahku… tanpa ragu sedikit pun Vivi duduk mengangkang ….kedua pahanya dibuka lebar-lebar dengan ujung kaki jarinya yang menjinjit … Vivi mulai memperlihatkanKeindahan pangkal paha, daging Vagina dan kelentinya yangn mengkal merekah berwarna merah muda …dengan posisi duduk mengangkang dekat wajahku… Vivi dengan atraktif membuka bibir Vaginaya… Oooohhh…Kekagumanku semakin bertambah terhadp bagian Genital Vivi…. yang mempertontonkan kelembutan,kelenturan, grunjulan daging bagian dalam Vagina Vivi….
syyeerrr… sekujur tubuhku mulai memanas…. tegang…..
Seolah sudah tahu kalau diri-Ku sedang menonton peragaan Vagina Vivi,,,, Dia pun lantas dengan lembutmempermainkan bibir-bibir Vaginanya yang kadang di kuak lebar .. lalu digesek-gesekkan dengan keduatangannya …. aahhhh… ooohhh Vivi …. aku berdesah dalam hati…. menahan rangsangan yang luas biasa…Dengan gerakan-gerakan yang sangat mesra dan erotis Vivi mengelus-elus dengan cepat ujung kelentitnya…diselang-seling dengan gerakan-gerakan tangannya dilipatan pangkal pahanya … lalu … dia pun mengingal-ngigalsambil menguak-kan Vaginanya lebar-lebar …. mmhhh……ingin sekali rasanya Daku mengelus-elus Vagina Vivi yang merekah Indah itu…… aauuuhh…
Seolah tahu akan niatku itu, Vivi tanpa Ku duga meraih tangan kanan-Ku lalu …telapak tangan kanan ku di elus-eluskannya secara lembut ke Daging Vaginanya …. sssyyyeeerrr….Penis ku menegang tinggi ….. sehingga Vivi melihat dengan jelas dari sembulan sarung-Ku…Dengan tersenyum manis Vivi lantas berdiri semakin dekat dengan wajah ku …Dalam posisi berdiri mengangkan tangan kanan-Ku diselipkan … di jepit di antara kedua pahanya - tepatdi tempelkan di daging Vaginanya ….
Dengan posisi itu, Daku yang pura-pura tiduran di sofa… tetapi tangan kanan Ku di kepit Pangkal Paha Vivi…yang berdiri di depanku …. tanpa bisa ku tebak .. Vivi melakukan surprise ….seperti naik kuda-kudaan … Pangkal Paha Vivi … Vagina Vivi degesek-gesekkan di sepanjangpergelangan tangan hingga ke lengan Ku mendekati pangkal lengan ….
Aaauuuwww… tubuh ku tanpa bisa dicegah ikut bergetar ….. Penis Ku pun kian MenegangSementara Vivi semakin Asyik masyuk menikmati gesekan-gesekan lembut pangkal Paga-Vaginanya kesepanjang lengan kananku…… Ssyyyeerrrr… Ssyyyeeerrr….. Ssyyyeerrr…. tiba-tiba dari vagina Vivikeluar cairan agak kental yang hangat …….. Ooooooo…… Crreettt..Creeettt..Crreeettt.. dari ujung Penis Kukeluar cairan sperma …..
Melihat Ujung penisku yang mengeluarkan Sperma dan membasahi sarung …. Vivi pun mengecup-ngecupmenyerup cairan yang membasahi sarung-Ku …. tindakan Vivi ini seolah hendak melakukan revancheatas Diriku yang menciumi Celana Dalamnya yang basa…..
Oooo… usngguh-sungguh kejutan yang kudapat dari Vivi … Adik Iparku Tersayangng…
Setelah selesai mengecup-ngecup dan menyerup-nyerup sarungku yang basah oleh Sprema …Vivi dengan lembut membersihkan sisa-sisa cairan Vaginanya yang masih membasahi legnanku….
Lagi-lagi Vivi membuat kejutan dengan… tiba-tiba dia menggesek-gesekkan Payudara dan Puting Susunyakenyal dan kencang ke Bibir Ku…. Oooouuuwwww…. Viviii…..
Aaahh Gilanya Vivi mencium Bibir Ku bukan dengan Bibirnya tetapi dengan Vaginanya yang di oles-oles kanke Mulut Ku…. mmmhhhh…ooohhh Viviiii….Harum Mewangin Nian Vagina Mu Viii…..
demikian Al kisah Awalku ber Eksibisi dan Ber-Eksibisionis dengan Vivi Adik Ipat-Ku tersayang….
July 2, 2008 Posted by premium Cerita Seru, Cerita Sex Sedarah, Daun Muda, incest, sedarah, sex keluarga 1 Comment
Dengan Adik Laki-laki Ku
Kulit Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya. Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang mahasiswi yang cerdas dan rajin — typical seorang gadis nerd. Tidak ada yang istimewa dari Ratna — tubuhnya kurus, dada dan pantat yang relatif kecil, selain itu — orangnya juga alim dan sopan.
Ratna yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas swasta di kota S tinggal bersama ci Donna yang menyewakan salah satu dari 2 kamarnya yang kosong kepada Ratna. Penampilan ci Donna berbeda sekali dengan Ratna: di usianya yang hampir 30, ci Donna boleh dibilang sangat pandai merawat tubuhnya — kulit putih halus dengan ukuran toket sedang: 34. Parasnya cantik, rambut panjang bergelombang.
Rupanya, ci Donna yang sudah lama tidak merasakan belaian pria — menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya). Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian — tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya / dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Donna menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Donna dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya. Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Ratna sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Ratna mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Ratna begitu biasa — apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Ratna adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin — namun begitu naif. Ci Donna sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat. Namun — sesudah agak lama tinggal bersama Ratna, barulah Ci Donna mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu — pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Ratna begitu minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah. Ci Donna mengetahui hal ini dari Ratna sendiri yang memandang Ci Donna sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu — adik ci Donna yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. ‘Sekali tepuk 2 lalat’ — inilah yang ada dalam pikiran ci Donna melihat adiknya sendiri dan Ratna.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya — Ci Donna sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Ratna. Biasanya, Ratna tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya. Pukul 18:30, Donna memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Donna yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula — ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Donna tersenyum dan berkata: “Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga begitu padat dan seksi..” Ci Donna yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul — tiba2 ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Donna membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci Donna membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas — dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink. Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Ratna dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala. Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya — tanpa disadarinya, Ci Donna sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Donna hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Donna). “Sudahlah, kamu menurut saja — toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria ?”
Adiknya masih ragu. Ci Donna tahu ini — dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri). Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Donna mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi — ia mendesis sambil berkata: “Sss…. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku !”
Sesudah berkata demikian, ci Donna memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur — membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik ci Donna hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya. Di tengah-tengah permainan, Ci Donna melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Ratna. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi.
Ci Donna menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. “Tunggu sebentar — aku ada tugas buat kamu: bawalah Ratna ke kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Donna. Sementara adiknya pergi memanggil Ratna — ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu. Begitu adiknya masuk bersama Ratna — ia segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Ratna hingga jatuh ke ranjang. Ratna yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Donna yang begitu tiba2 tersebut. Ci Donna melucuti kaos ketat yang dikenakan Ratna dengan buas.
“Kyaaaaa…..!!!” Ratna menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Donna hanya diam saja karena shock melihat keganasan cicinya — apalagi dengan sesama jenis ! Ci Donna telah sampai pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra Ratna dan melemparkannya ke lantai. Ci Donna melihat sepasang toket Ratna yang kecil. “Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti…” Ci Donna melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Ratna dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah…” Terakhir, Ci Donna menurunkan celana dalam Ratna. Ratna tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Donna yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci Donna berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Donna menurut — ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.
“Jangan ci… saya takut.” Ratna yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat ci Donna mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci Donna dengan cepat bergerak ke arah Ratna. “Diam. Mana lotionnya.” Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratna sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia membalikkan tubuh Ratna dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo — kamu lubang yang satunya !!” ci Donna memerintahkan adiknya untuk mengentot Ratna yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia berpindah — duduk di atas ranjang. Ci Donna memapah tubuh Ratna dengan lembut dan menempatkannya di atas adiknya. Ratna yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Donna yang sedari tadi sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang anus Ratna. Bles ! Batang kemaluan adik ci Donna akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Ratna yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Donna.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Ratna membelalakkan matanya, ia membuka mulutnya dan merintih “Aaa…” Ci Donna membaringkan Ratna dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratna). “Ratna, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Donna memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Ratna.
Ratna yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Donna — serta batang kemaluan adik ci Donna yang menancap di lubang anusnya. Mulailah ranjang bergoyang… mulanya perlahan, namun semakin lama semakin cepat… demikian pula dengan rintihan-rintihan Ratna… “Aaa… aaa…” Ratna masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.
Ci Donna tertawa melihat Ratna berusaha bertahan: “Jangan ditahan dan jangan dilawan Ratna — nikmati saja, sayang !!” Perlahan-lahan rintihan Ratna mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi… “Ah… ah.. yesss… mmmhh… MMMM… AAAHHH….” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Ratna kehilangan kendali. Ratna yang sopan dan alim perlahan larut… perlahan berubah menjadi Ratna yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Donna — meracuni pikiran Ratna yang semula begitu bersih dan polos. “Yah… teruskan !! LEBIH CEPAT LAGI CI DONNA… !! AA… AAAAA…. MMMHHH… MMM…”
Ratna menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari sekujur tubuhnya — membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Donna semakin bernafsu mempercepat gerakan pinggulnya. Ratna semakin menikmatinya — ia memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Donna. “AGH…. Enak sekali… Ci… aa… aku.. belum pernah…. uuuh…. senikmat ini…” Adik Ci Donna menganal lubang pantat Ratna sambil meremas-remas kedua toket Ratna dari belakang, walaupun ukuran toket Ratna relatif kecil — namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya. “Auuh… ah..” mulut Ratna menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tdk jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Donna bahwa “anak didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Donna mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Ratna secara alami mengikuti gerakan Ci Donna dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratna. Sampai akhirnya — tubuh Ratna benar-benar menegang dan Ratna melepaskan teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Donna mencabut dildo dari lubang vagina Ratna, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Donna menariknya keluar — ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding vagina Ratna dengan dildo Ci Donna.
Adik Ci Donna juga mencabut dildonya dari lubang anus Ratna dan merebahkan Ratna yang sudah lemas di ranjang. Ratna masih memejamkan kedua matanya — Ci Donna melepas kacamata Ratna yang masih dikenakannya dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau mau main — jangan lupa lepas dulu kacamatanya…” Ci Donna tersenyum dan mencium Ratna, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: “Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai — melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo: gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Donna dengan hati-hati. Keenakan,c ci Donna memejamkan matanya — nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang vaginanya: “Errghh…. aaaghh… niiikkkmmaaatt sekkaallii… ssss….!!” Ci Donna benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak — Donna ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah… tunggu say — bee… berhentii duluu.. mmmh… sekarang giliran… cici ngerjain punya kamuuu…”
Adik Ci Donna menurut dan berhenti. Ci Donna bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya. Namun Donna cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. “Tenang saja, sayang — kujamin kamu akan suka sekali…” Ci Donna tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya — ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya — dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan adiknya — langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri. “Aaaghh… duh, enak sekali ci…” Ci Donna meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Donna apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya: “Awas ya — pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Donna memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm… masih kurang, lagi dong !” Gerakan dipercepat, Ci Donna memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri. “Uuuaah…. enaaakk sayaang… Mmmh…” Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci Donna minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Donna menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Donna mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Donna. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh… mmm….” Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya. “Kyyaaaaaahh…. uuuuhhhh……” Tubuh ci Donna terus bergoyang-goyang — toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Donna yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu. “Oh — susumu begitu empuk ci…” Ci Donna hanya tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya — dan ikut meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Donna merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang — ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. “AAAAHHH….. AAAAKKUUUU…. MMMH…” Keluarlah Ci Donna, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Donna, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi, dan ci Donna mengetahui hal ini — karena ia sudah berhasil meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Donna berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya “Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang… keluarkan — jangan ragu… ayo !” Ci Donna memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya. “Aih… masih belum keluar juga… sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Donna memijat buah pelir adiknya. “Ah… ci.. aku mau keluar nih.. !!” Ci Donna langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya.
Ratna yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Donna dan adiknya. “Ci Donna… saya juga mau…”, kata Ratna sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Donna yang seksi. Ci Donna menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya. Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Ratna, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Ratna di pangkuannya. Ratna yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Donna menyentuh bibir Ratna dan menggerakannya ke bawah dengan jari telunjuknya.
Ratna mengerti apa yang dimaksud ci Donna, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Donna kembali tersenyum — ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Ratna yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Donna, turun memasuki mulut Ratna.
Peju dalam mulut ci Donna sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Ratna. Ci Donna tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali, dengan gerakan lembut — ci Donna memberi isyarat kepada Ratna untuk menutup mulutnya. Ratna menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Donna. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu. Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Ratna menelan peju yang sudah diberikan ci Donna kepadanya. “Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk — Ratna menyentuh wajah ci Donna dengan lembut. Ratna kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Donna sambil menjulurkan lidahnya. Ci Donna yang mengerti maksud Ratna segera menyambut ciuman Ratna dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama — dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Donna dan Ratna selalui dipenuhi dengan petualangan: hampir setiap bulan Ratna ‘menjebak’ teman kuliahnya — entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Ratna dapat membagi kisah petualangannya disini…
July 2, 2008 Posted by premium Cerita Seru, Cerita Sex Sedarah, incest, kakak adik, sedarah, sex keluarga , , 6 Comments
Guruku
Bersamaan dengan masuknya puting panjang Maria ke mulutku, kuselipkan tangan kananku ke dalam selangkangannya melalui perut, kusibakkan bulu-bulu keriting lebatnya, dan… kujamah vagina mungil yang masih sempit itu.. Maria terbelalak dan menutup kedua pahanya. Ia belum dapat menerima kedatangan benda asing di daerah terlarangnya. Wow.. berarti belum pernah ada tangan lain yang piknik kesana selain aku.. kenyataan itu membuatku semakin terangsang.. Maria menggelinjang kegelian ketika kusedot dan kugigit puting kirinya.. ia sama sekali tidak menolak ketika tangan kiriku mulai meremas dan memilin buahdada dan puting kanannya. “Mmmasss..please.. stop dulu.. masih ada lintah yang mesti dibuang..” bisiknya dengan suara serak.. stop dulu katanya.. stop dulu.. kalau begitu pasti ada kelanjutannya.. “Ria.. coba kamu berbaring..” Maria mengikuti permintaanku, “Sorry Ri..” kataku seraya membuka kedua belah pahanya. Aku menelan ludahku berkali-kali.. susah betul kudeskripsikan dengan kata-kata betapa merangsangnya ia dalam posisi itu.. lalu kutaburkan garam sebanyak-banyaknya di atas tubuh kedua lintah yang seharusnya kuberi tanda jasa itu karena memberi kesempatan menelanjangi Maria di hadapanku.. dan.. lintah-lintah itu menggeliat-geliat sebelum dengan mudah kulemparkan ke luar… kupandangi CD nya yang merangsang itu, kupandangi bulu-bulu keriting itu..